Di masa dewasanya, ia identik
dengan statistika. Adalah Andi Hakim Nasoetion (30 Maret 1932 – 4 Maret 2002). Hidup
pada tiga zaman berbeda (penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, dan
kemerdekaan), menjadi saksi akan gejolak mengenai bahasa.
Ayahnya,
Anwar Nasoetion Mangaradja Pidoli yang berprofesi sebagai dokter hewan naik
pitam saat melihat rapornya. Nilai rapor tersebut di pelajaran ilmu berhitung
pada triwulan pertama kelas satu adalah 4 dengan warna merah.
Rupanya,
bukan kebodohan yang ia alami. Ia kesulitan dengan bahasa yang digunakan dalam
sekolah. Pengakuan dapat kita simak dalam pengantar yang dimaktub di bunga
rampai Pola Induksi Seorang
Eksperimentalis (IPB Press, 2002). Buku disunting oleh Asep Saefuddin dan
terbit setelah Andi Hakim berpulang.
“Di
sekolah dasar, bahasa Sunda menjadi pengantar belajar selama tiga tahun pertama,
sedangkan di rumah, kami bicara dalam bahasa Melayu yang kemudian berkembang
menjadi bahasa Indonesia. Masih saya ingat dengan jelas kesulitan dan
perjuangan saya belajar berhitung yang diajarkan dalam bahasa Sunda di HIS
Ardjoena yang letaknya di Jalan Paledang Bogor,” jelasnya.
Keluguan
diutarakan untuk menampik kemarahan bapaknya. Ia menulis: “Yang tidak beliau
sadari ketika itu mungkin ialah bahwa saya tidak tahu apa itu ‘samisareng’ dan ‘dibantun’. Dalam bahasa Sunda ‘5 - 3 = 2’ diucapkan sebagai ‘lima dibantun tilu samisareng dua’.
Dalam bahasa sehari-hari yang saya tahu ‘dibantun’
artinya ‘dibawa’ dan oleh karena itu sulit sekali dapat saya pahami mengapa
lima dibawa tiga sama dengan dua.”
Masa
demi masa bergerak, Andi pamrih mendampingi anak-anak Indonesia melalui gagasan
Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR). Ia muncul di TVRI dalam agenda keilmuan
dan berdakwah melalui tulisan-tulisan untuk sekian media dalam beragam tema.
Di
Majalah Mutiara edisi No 287, 2 – 15 Februari
1983 ia muncul dalam iklan layanan mayarakat. Ketika itu ia berusia 50 tahun.
Usia matang seorang intelektual. Pengalaman mendapat nilai buruk terus
terkenang. Ia pamrih akan urusan membaca. Di liputan terdapat keterangan: “Maka
gairahkanlah minat membaca buku kepada putra-putri kita. Akrabkanlah mereka
dengan buku, se-dini mungkin.”[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).