Tidak banyak cendekiawan dan akademisi Indonesia dalam sejarah perkembangan ilmu, terkhusus sains dan matematika yang menulis buku utuh untuk memaparkan sejarah pergulatan yang terjadi secara komprehensif. Buku dengan judul Berhitung: Sejarah dan Perkembangannya garapan Dali Santun Naga bisa jadi adalah bagian kecil yang mengisi kekosongan tersebut, khususnya matematika. Buku itu diterbitkan pertama kali pada 1980 oleh Gramedia, memberi pertautan akan matematika dan sains dalam tinjauan sejarah.
Dali Santun Naga adalah cendekiawan kelahiran 22 Desember
1934 yang berasal dari Tolitoli, Sulawesi Tengah. Karier intelektualnya terbentuk
salah satunya ketika memutuskan hijrah ke Jawa, menempuh studi di Institut
Teknologi Bandung dan mendapat gelar sarjana teknik elektro pada 1960. Ia
kemudian melanjutkan pendidikan doktor di IKIP Jakarta dan menyelesaikannya
pada 1980. Sosok tersebut pernah menjabat Rektor di Universitas Tarumanegara
periode 2000 – 2008.
Keresahan mendasar dituangkan Dali di bagian pengantar dalam
buku tersebut. Ia mengungkapkan, “Sampai pada waktu sekarang ini sejarah berhitung
atau sejarah matematika relatif tidak banyak ditulis orang; apalagi sejarah
berhitung yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Demikian pula di dalam pelajaran
matematika atau pelajaran berhitung di sekolah-sekolah sejarah berhitung tidak
banyak disinggung untuk tidak mengatakan bahwa sejarah berhitung itu tidak
disinggung sama sekali” (hlm. x).
Hal tersebut nampaknya menguatkan keinginan menghadirkan buku
tersebut sebagai persembahan kepada bocah-bocah sekolah, para guru, dan pembaca
untuk mengurusi matematika. Meski mengidentikkan dengan matematika, berhitung
sejatinya merupakan satu cabang dari matematika. Walaupun demikian, harus
diakui sejarah berhitung adalah satu bagian penting dalam awal mula kelahiran
matematika. Bab demi bab yang tersusun
dalam buku adalah perjalanan panjang untuk melakukan teroka atas perkembangan
masa lalu hingga konteks perkembangan mutakhir.
“Berhitung merupakan salah satu kebudayaan manusia zaman kuno
atau bahkan paling kuno” (halaman 13). Di peradaban tertua, disebutkan bahwa
berhitung telah ada di Zaman Batu Tua atau Paleolitikum. Keberadaan berhitung
meletakkan gagasan terhadap benda sebagai acuan. Dari sana, peradaban kemudian
mulai mengenal kegunaan berhitung di dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran
matematika berfondasi pada kemudian mengantarkan pada kemunculan gagasan
bilangan.
Uraian demi uraian disajikan oleh Dali sebagai pijakan
eksplorasi kerangka sejarah berlangsungnya tradisi matematika. Tradisi yang
berlangsung di Mesopotamia dan Mesir Kuno meninggalkan sejarah berhitung tertua
dalam peradaban. Tegas Dali, “Pengetahuan berhitung pada zaman Mesopotamia dan
Mesir Kuno, sekitar 4.000 tahun yang lalu, telah menyusun sebagian dasar untuk
pengetahuan berhitung pada masa-masa kemudian” (hlm. 28).
Dari sana, petualangan sejarah itu dihadirkan secara berurutan
sesuai periodesasi perkembangannya. Hal itu terwakili penjelasan Dali,
“Berhitung atau pada umumnya matematika berkembang di Yunani Kuno, di
Iskandaria, di Istanbul, di India, di Arab, dan akhirnya di Eropa. Melalui
Eropa inilah pengetahuan berhitung yang telah berkembang kemudian menyebar ke
seluruh dunia” (hlm. 28). Penjelasan itu memantik kita untuk mengerti dinamika
perkembangan ilmu berhitung dalam konteks Indonesia.
Pada tahun 1983, terbit edisi perdana Majalah Aku Tahu, salah satu majalah penting
yang menyajikan tulisan ilmiah populer. Ada hal yang menarik pada rubrik surat
pembaca dalam edisi April 1984. Seorang bernama Benny Barmansya C menuliskan
saran agar majalah menyajikan sejarah dan filsafat matematika. Ia bahkan
menegaskan, “Pada masa kini, bila ada orang yang buta huruf, dia sungguh
terbelakang sekali. Tapi pada abad 21 atau 22 nanti, orang yang tak memahami
matematika mungkin akan sama halnya dengan orang yang buta huruf!”
Sejak edisi perdana, Dali sudah menjadi pengisi rutin di rubrik
“Penemuan”, yang menyajikan daftar tokoh beserta sumbangan gagasannya dalam
ilmu dan pengetahuan, khususnya sains dan teknologi. Namun, menariknya, sejak
ada surat pembaca tersebut—setelah sekian edisi, pihak majalah memberikan
respons. Tiada lain dan tiada bukan, Dali kemudian mengisi rubrik baru bernama
“Serba-Serbi Matematika”.
Hal tersebut menegaskan peran penting dari Dali Santun Naga.
Selain menggerakkan keilmuan dalam buku, ia aktif menyiarkan dalam edisi
majalah. Matematika digerakkannya dalam tinjauan sejarah dan konteks keperluan
bagi dinamika perjalanan bangsa Indonesia dalam mengarungi arus zaman.
Relevansi itu kemudian menempatkan keterangan yang ia tulis dalam bagian
penutup. Dali memberi penegasan akan keberadaan matematika yang dinamis dalam
perkembangannya di konteks ruang pendidikan.
Pada tahun 1970-an, tema besar dalam dunia pendidikan Indonesia
adalah paradigma mengenai keberadaan matematika baru. Itu dampak dari metode
yang telah berlangsung di Amerika Serikat di awal 1960-an. Dalam ruang
pendidikan di Indonesia disebut “Matematika Modern”. Hematnya, ada pengembangan
yang lebih kompleks dalam proses pengajaran yang berlangsung. Dalam
perkembangannya, sebagaimana juga disinggung Dali dalam buku, penerapan itu
menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan.
Majalah Tempo edisi
1 Februari 1975 mengeluarkan liputan berjudul “Matematika Baru di Sekolah
Dasar: Keliru?”. Muncul kritik dari beberapa ahli terhadap matematika modern,
yang tertulis dalam liputan, “Kritik utamanya terhadap matematika modern ialah
karena sering dilupakan pentingnya keterampilan menjumlah mengurangi yang
biasa.” Hal itu memberi gambaran akan perkembangan ilmu berhitung. Sementara
itu, Dali Santun Naga memberi keterangan dalam buku, “Dalam matematika baru itu
diharapkan agar banyak ahli ilmu pengetahuan teknik masa kini dapat dihasilkan
oleh pendidikan dalam waktu yang cukup singkat” (hlm. 395).
Di awal kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, matematika
menjadi satu tema penting yang digelorakan dalam percakapan publik. Terhadap
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, ia meminta pengubahan metode
pendidikan matematika untuk kelas 1 – 4 sekolah dasar. Ia pun bahkan
menegaskan, bahwa matematika harus dikenalkan sejak taman kanak-kanak. Dengan
menilik sejarah, matematika mengingatkan buku garapan Dali Santun Naga, yang
tentunya masih akan terus relevan hingga kini. Bersamaan itu, kita menitipkan
harap, Gramedia sudi untuk menerbitkan ulang.[]
Identitas Buku
Judul :
Berhitung: Sejarah dan Perkembangannya
Penulis : Dali S. Naga
Penerbit :
Gramedia
Ukuran : 14 cm x 21 cm; xi + 435 Halaman
Tahun Terbit :
Cetakan Pertama, 1980
ISBN :
-
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir dan Budayawan.
Menulis Buku Sekadar Mengamati: Tentang
Anak, Bacaan, dan Keilmuan (2022) dan Bersandar
pada Sains (2022).