#20 – Matematika dan Ketubuhan

 

Pelajaran biologi mengajarkan kita terkait keberadaan sendi. Kita diajak sadar tentang tubuh kita. Ihwal tersebut kemudian membuat kita mengerti bahwa dengan paham akan tubuh, menjadikan kita sadar dengan segala kondisinya tubuh mesti dirawat.

Hari-hari terakhir banyak orang mengerti istilah baru berhubungan dengan sendi. Konon satu permasalahan yang ditakuti adalah “sendirian”. Rupa-rupanya, itu tak terlepas dari bahasa “kepemilikan pasangan”. “Sendirian” menjadi konotatif dalam percakapan.

“Sendirian” juga mengingatkan wabah yang lebih menggerogoti manusia abad XXI. Adalah “Kesepian”. Esai “Wabah Kesepian” Qaris Tajudin di Majalah Tempo edisi 28 Agustus 2023 menarik disimak. Baginya, kesendirian dan kesepian, tidak jauh beda, meski tak sama. Yang dibutuhkan untuk menghadapinya dengan meminjam keterangan Stephanie Cacioppo—memiliki hubungan nyata.

“Digitalisasi memberikan ilusi tentang kebersamaan. Kita sibuk menyapa, mengomentari, saling colek, menangis dan tertawa bersama, di dunia maya. Itu semua memberi ilusi terpenuhinya kebutuhan akan bersama. Seolah-olah dengan kesibukan itu kita merasa bersama. Tapi ternyata ada rasa suwung yang muncul karena taka da kebersamaan yang nyata,” terang Qaris.

Kita justru ingin mengingat buku pelajaran sekolah berjudul Sendi Hitungan. Buku garapan beberapa asing yang diterjemahkan oleh M. Samoed Sastrowardojo diterbitkan oleh J.B. Wolters pada 1954. Kita berpikir ada maksud pelibatan kata “sendi” itu sebagai upaya yang mendekatkan tubuh dan matematika.

Di tubuh buku, tak ada kata pengantar alih-alih sebagai informasi kepada para pencari makna keberadaan buku. Kita langsung dihadapkan pada halaman-demi halaman pertanyaan untuk lekas-lekas dijawab. Buku tersebut ditujukan pada murid-murid kelas enam di sekolah dasar.

Yang pasti, narasi pada pertanyaan terlihat beragam untuk mengerti aplikasi matematika dalam keseharian. Harus diakusi, gambar swipoa yang ada di sampul buku itu menarik. Barang untuk belajar itu pada suatu masa, tidak semua murid bisa memiliki. Namun swipoa itu sejarah, seperti ditulis Tim Collins (2022), paling tua berasal dari 300 SM.[] 

 

*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak