Masa
kecil kita mengingat “Melukis” lewat lagu “Pelangi” gubahan Abdullah Totong
Mahmud: Pelukismu agung, siapa gerangan/ Pelangi-pelangi ciptaan Tuhan//. Kita
juga ingat, melukis pernah menjadi pelajaran semasa bersekolah.
Masa
beranjak, kita agak kerepotan saat mendengarkan lagu “Melukis Senja” (2020)
gubahan Budi Doremi. Kita simak beberapa liriknya: Izinkan ku lukis senja/
Mengukir namamu di sana/ Mendengar kamu bercerita/ Menangis tertawa//.
Alih-alih
menghindari kerepotan, kita justru teringat sebuah buku berjudul “Ilmu Ukur
Melukis” garapan Poerwadi. Buku diterbitkan oleh Garda beralamatkan di Jakarta
pada 1957. Buku tersebut menjadi buku pelajaran untuk Sekolah Menengah Atas.
Penyusun
dengan menuliskan Malang, 17 Mei 1957 di penutup pengantar, memberi keterangan.
Ia tak menjelaskan maksud keterangan judul buku. Ia justru memberi penjelasan
penggunaan buku dan pengaturan jam pelajaran. Kita duga, pelajaran menghadapi
masalah jadwal.
Keterangan
disampaikan: “Mengingat pula bahwa mata peladjaran ini di kelas I baru
diberikan sesudah kira2 4 bulan, maka djumlah djam pelajaran untuk
Ilmu Ukur Melukis dalam tiga tahun paling banjak 60 djam peladjaran. Itulah
sebabnja, maka buku ini disusun dengan tjara jang amat sederhana.”
Rasa
penasaran muncul mengenai buku. Rupanya buku berisikan bagian pelajaran dari
ilmu matematika. Para murid diajak mempelajari berbagai jenis bangun dua
dimensi dan juga tiga dimensi. Mereka diajak dari mulai yang sederhana, akan
apa yang dinamakan titik dan garis.
Para
murid kemudian diajak mengerti bangun datar dengan keterhubungan pada garis,
proyeksi, hingga koordinat. Mereka mempelajari tabung, kerucut, dan bola.
Mereka mengerti apa yang dinamakan perputaran dan sudut. Ajakan demi ajakan
memuat “dalil” dan latihan dalam mengerjakan soal-soal.
Kepamrihan
mengerti pelajaran tentu membuat para murid melatih gerakan tangan dan otak.
Mereka mengalami masa-masa mengenal alat, seperti penggaris, busur derajat, dan
jangka. Kita yakin, setiap lukisan bermakna keilmuan, keterampilan, dan
kegunaan bagi kehidupan.[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).