Kita
senantiasa menginginkan dompet dan saku dipenuhi lembaran-lembaran bergambar
Soekarno dan Mohammad Hatta. Kita agak berterima ketika lembaran bergambar
Djuanda Kartawidjaja. Walakin, kita sebal saat hanya menemui lembaran bergambar
G.S.S.J. Ratulangi, apalagi Tjut Meutia.
Lembaran
berwarna hijau dan terdapat gambar Sam Ratulangi itu ketika di Solo dapat
digunakan untuk sekali makan dengan kembalian tak seberapa. Bukan perkara
nominalnya, namun kita penasaran dengan sosok Sam Ratulangi itu.
Dulu,
sempat ada dugaan dengan sematan “Sam”, Ratulangi adalah seorang yang berasal
dari Malang, Jawa Timur. Ternyata bukan. Ratulangi adalah intelektual yang juga
pahlawan nasional berasal dari Tondano, Sulawesi Utara. Ia lahir pada 5
November 1890.
Ia
merupakan gubernur pertama Sulawesi Utara. Ratulangi hidup dalam imaji
nasionalisme yang kuat. Nasionalisme tidak butuh sebatas berani, namun juga
memerlukan misi keilmuan. Ia membuktikan itu.
Di
Institut Teknologi Bandung, kita mudah mengenal ahli matematika penting dengan
pengaruh gagasannya. Salah satunya adalah Hendra Gunawan. Pada 26 Januari 2007,
saat dikukuhkan menjadi guru besar, ia menyampakan pidato berjudul “Kontribusi
dalam Matematika dan Pengembangan Ilmu dan Teknologi”.
Ia
menyampaikan: “Dibandingkan dengan keadaan di negara lain, pengembangan dan
pemanfaatan matematika di Indonesia jauh tertinggal. Matematika mulai ditekuni
bangsa Indonesia pada abad 20. Doktor pertama dari Indonesia adalah Dr.
G.S.S.J. Ratu Langie (alm.), atau lebih dikenal sebagai Dr. Sam Ratulangi, yang
meraih gelar doktornya pada 1919 dari University of Zürich, dengan disertasinya
yang berjudul Kurven-Systeme in
vollständigen Figuren.”
Ratulangi
dirasa penting untuk dikenalkan akan gagasannya. Bukan sebatas fotonya. Drs.
Mardanas Safwan dan Sutrisno Kutojo menulis bacaan anak berjudul Gerungan Saul
Samuel Jacob Ratulangi. Buku terbit awal pada 1986 dan edisi revisi pada 2010.
Buku mendapat stempel Depdiknas menegaskan keabsahan teks disajikan untuk para bocah sekolah di Indonesia. Mereka diajak menapaki masa sejarah, pergolakan, dan meneruskan keteladanan tokoh.[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).