Permasalahan
bermatematika menyeret banyak pihak. Bukan hanya para bocah, namun juga
menyangkut kehadiran orang tua. Beban pelajaran para bocah dibawa ke rumah.
Para orang tua harus menerima keluh dan kesah. Konon matematika melatih diri
untuk bersabar.
Matematika
kadang terpeyorasi pada angka, angka, dan angka. Matematika kemudian mendapati
peran sebagai antagonis di banyak pihak. Riza Astuti pernah menulis buku Bersahabat dengan Angka. Di sampul nama
itu tertulis sendiri. Akan tetapi, di halaman sampul dalam, ada nama lain: MH.
D. Margani.
Buku
diterbitkan pertama kali oleh CV. Karya Indah Jakarta pada 1996. Di buku
berketerangan bagian proyek Inpres dengan stempel Departemen Pendidikan
Nasional. Kehadiran penulis itu agaknya memberi respons terhadap pelbagai
gejolak yang muncul dalm matematika.
Mereka
sadar, matematika masih jauh dari kerangka imajinasi para bocah sekolah.
Agaknya itu yang kemudian membuat kita mafhum dengan pilihan kata dalam judul.
Sahabat itu erat dan dekat. Buku ingin menghadirkan angka, angka, angka itu
bagaikan sahabat.
Mereka
menghadirkan cerita-cerita terkait peristiwa dan fenomena keseharian yang
berhubungan dengan matematika. Ada sejumlah tujuh cerita yang membentuk
rangkaian dalam isi buku tersebut. Sosok bernama Rahman menjadi pengisi peran
penting dalam halaman demi halaman.
Di bagian
pengantar, keterangan tertulis: “Bagaimana Rahman melakukan pengamatan dalam
kehidupan sehari-hari untuk menemukan matematika di sana, menjadi matematika di
balik batu bata, baginya pun Mbok Sayur di pasar, bagaikan kalkulator uzur.”
Petualangan
Rahman bersama tokoh lain tak terlepas dari tugas yang diberikan guru
matematikanya di Sekolah Dasar. Guru tersebut bernama Pak Hadi. Ia
memerintahkan murid-muridnya, tak terkecuali Rahman untuk membuat suatu
karangan bebas mengenai peranan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Guru memantik kesadaran para murid untuk melakukan eksperimen, menjalani pencarian, dan membuka sebuah dialog. Peristiwa dan fenomena di lingkungan sekitar menjadi babak penting menghubungkan kehadiran matematika dan kebudayaan yang menegaskan matematika selalu hadir.[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).