Puan
dan Tuan, apakah Anda membaca Harian Kompas
edisi 28 Maret 2024? Di halaman lima, terdapat liputan “Kurikulum Nasional
Resmi Ditetapkan”. Kabar ini mungkin belum tentu mengejutkan, namun bila kita
menengok kembali perjalanan dari “Kurikulum Merdeka” menemui titik temu landasan
hukum berupa Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024.
Berita
memicu keingintahuan kita mengenai pendidikan. Konon sederet polemik dan
masalah membayangi keberjalanan Kurikulum Merdeka. Kita menyadari diri saja,
urusan kurikulum terlalu luas. Kita terpikir menyigi bagian-bagian kecil di
dalamnya.
Satu
hal mendasar adalah urusan buku teks pelajaran. Fakta terpenting, sebelum peresmian
tersebut, Pusat Perbukuan Badan Standar, Kurikulum Asesmen Pendidikan
Kemendikbudristek mengeluarkan “edisi revisi” buku pelajaran untuk beberapa
jenjang sekolah.
Bagi
jejaring industri perbukuan, tentu ini menjadi persoalan serius. Para guru dan
pihak sekolah tentu terpicu “edisi revisi”. Mereka belum tentu mau mendatangkan
buku dari penerbit-penerbit yang masih mengacu pada edisi sebelum revisi.
“Revisi”
dalam buku-buku di jenjang pendidikan itu gejolak, tak sama seperti mahasiswa diminta
melakukan revisi mengenai tugas akhirnya. Meski terkadang “revisi” itu hanya
cap dalam sampul, nyatanya status itu berpengaruh dalam relasi politik dan
bisnis.
Sejak
dulu guru erat berhubungan dengan buku-buku sekolah. Konon, para guru lebih
memilih buku teks pelajaran maupun lembar kerja siswa yang berukuran tipis dan
berharga murah untuk murid-muridnya. Guru-guru juga menghendaki buku-buku
tersebut disediakan buku pedoman guru.
Kita
menyimak buku Pedoman Guru garapan R.
Soewondo (1952) yang ditujukan untuk Sekolah Guru B dan Guru-guru Sekolah
Rakjat. Keterangan menegaskan, sejak dulu, para guru butuh buku pedoman. Guru
kadang tak ingin repot menyiapkan Rancangan Pelaksanan Pembelajaran.
Di buku salah satunya memuat persoalan matematika. Penjelasan menyiratkan materi-materi tersaji di sana sebagai bacaan para guru dalam melakukan kegiatan belajar dan mengajar di kelas. Pedoman guru pada mulanya sebagai upaya pemerataan akan ketimpangan jumlah guru di daerah-daerah.[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).