Bunda, apakah dikau pernah mengalami keresahan saat anak kesayangan bermasalah akan matematika? Janganlah bersedih hati, sebab matematika mewarisi persoalan itu dialami oleh banyak orang. Maka kemudian, yang dibutuhkan adalah bagaimana menyikapi masalah tersebut.
Bun,
perlu Anda pahami dengan saksama—bahwa matematika bersama kawan karibnya,
keilmuan berbasis eksakta banyak diklaim sebagai penentu kecerdasan dan
kesuksesan. Mereka yang cerdas matematika dan kawan-kawannya menjadi posisi
menarik dalam relasi sosial mayarakat.
Memang
begitulah cara pandang sekilas. Konon pendidikan kita hanya menjadikan satu
kerangka paradigma dalam keberjalanannya. Pendidikan kita hanya memfokuskan
untuk mempersiapkan orang sukses. Yang absen dalam pendidikan kita adalah
melatih diri bagaimana jika akhirnya menemui kegagalan.
Omong-omong
terkait itu, agaknya penting bagi kita menyimak buku garapan Mariene R.
Tanudjaja. Buku berjudul Aku Cerdas
Karena Tidak Bisa Matematika. Buku diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama
pada 2011 silam.
Buku
itu berisi curahan hati. Penulis berbagi kisah banyak hal dalam kehidupan yang
dilalui. Ia berupaya untuk menelisik bagaimana konsep kecerdasan dengan
tubrukan persepsi yang diakui oleh dominan masyarakat.
Ia
tak mengutuk matematika, namun ingin lebih mendalam bagaimana kesadaran
terhadap matematika itu membutuhkan jejaring peran antarpihak. Dimulai orang
tua, guru, dan lingkungan masyarakat. Tulisnya: “…jangan pernah sekali pun
mengeluh mengenai kelemahan dan kekurangan sang anak di depan mereka. Anak akan
merasa aman jika Anda dapat menerima keadaan mereka apa adanya dan memberikan
motivasi khusus bahwa mereka sebenarnya mampu dan terus mendampingi mereka
dalam setiap perkembangannya.”
Bun,
Anda kemudian akan tahu bahwa perkembangan kecerdasan seiring perubahan zaman
tidak merujuk pada spesifikasi keilmuan tertentu. Justru hari-hari terakhir
yang dibutuhkan adalah memanfaatkan dengan penuh masa belajar dalam kesempatan
pengembangan potensi. Kita makin tahu, bahwa yang dibutuhkan dan ditanamkan
sejak dini terhadap anak-anak itu bukanlah kompetisi, namun bagaimana menciptakan
suasana yang mendukung hadirnya kerja sama antara satu dengan lainnya.[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).