Persinggungan
di media digital dalam beberapa waktu terakhir menunjukkan keberadaan “Paling”
adalah kata yang memantik pengutuban antara dua hal. Sebagaimana pada
umumnya, tiap lema mulanya adalah netral. Akan tetapi, karena kehadiran penutur,
menjadikan kata mengalami penafsiran.
Anda
tentu paham, di media digital, kadang kita hanya diajak menjadi “Bangsa yang
Cerewet dan Kakean Cangkem”. Itu terbukti dengan silang selimpat kebodohan
kolektif bermotif debat, hasrat merasa paling tahu tanpa dilandasi kerendahan
hati, hingga tentu saja adalah mudahnya percaya sesuatu tanpa berbekal pikiran
kritis dan skeptis.
Maka
kemudian muncullah pihak-pihak yang menjadi sumber masalah. Di sana ada
perubahan bahasa yang terjadi. Frasa “Si Paling” kemudian menggeliat menjadi
tuturan warga internet. Kendati memiliki konotasi buruk, frasa itu ternyata
juga meletupkan daya kritik, walaupun belum jelas kadar prosentasenya.
Matematika
agaknya tidak kerap melibatkan “Paling”. Dalam kondisi penggambaran terhadap
dua hal, keberadaannya justru menggunakan tiga kata berikut: “Lebih”, “Kurang”,
dan “Sama”. Masing-masing kata tersebut jelas memberi dampak logis yang nyata rasional—ketimbang
katakanlah dari “Paling”.
Apakah
ada keterkaitannya dengan buku garapan Brian Bolt? Hal mendasar tentunya adalah
buku garapannya yang diterjemahkan oleh Bambang Sumantri dan diterbitkan oleh
Gramedia pada 1990 tersebut dalam judul memuat kata “Lebih”. Judul lengkapnya Permainan dan Teka-Teki Matematika yang
Lebih Mengasyikkan.
Jelas
pula, Bolt tak akan memberi posisi sentral pada kata “Lebih”. Yakinlah, ia akan
lebih memilih pada kata-kata di luar itu. Mungkin pada “matematika”, “permainan”,
teka-teki”, ataupun “mengasyikkan”. Pilihan kata itu akan menjadi pengunci.
Kalau
kita menyimak pengantarnya, ia menulis: “Buku ini memuat lebih dari seratus
teka-teki yang rasanya dapat menawan imajinasimu. Jenisnya bermacam-macam.
Mulai dari teka-teki tentang batang korek api dan mata uang logam sampai ke
soal langsiran kereta api, teka-teki bilangan, teka-teki permainan catur,
kemustahilan topologis, tipuan, permainan, dan lebih jauh lagi tentang bujur
sangkar ajaib.”[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).