#14 – Matematika dan Pentol Korek

 

Pada 1990-an, buku-buku berkedok “ajakan bermatematika” hadir di mata publik. Nama-nama penerbit bermunculan. Kita mengenal penerbit Gramedia, yang saat ini menjadi penerbit penting dalam belantika perbukuan Indonesia.

Di tahun 1991, mereka menerbitkan buku garapan Karl Heinz Paraquin. Di sampul ditulis nama penanya, Para. Buku semula berjudul Denkspiele (1990), kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Idham B. Setiadi dengan judul Kumpulan Permainan dan Teka-teki Main Akal-Akalan.

Masa-masa mengingat sejarah. Tahun-tahun tersebut kita mengerti gejolak sosial, politik, dan ekonomi. Namun, anjuran demi anjuran bermatematika harus tetap ada. Bisa jadi begini yang ingin dikesankan, bahwa di tengah gejolak yang ada, berpikir tidak boleh libur.

Buku menyertakan istilah “akal”. Akal itu mengikat akan kehadiran manusia. Akal harus didayagunakan. Satu jalan mengkus dan sangkil adalah dengan matematika. Ribuan orang menganggap matematika itu menegangkan. Para ingin membuktikan bahwa bermatematika bisa dicapai dengan main-main.

“Kalau bermain, kita bebas. Aturan-aturan sehari-hari tidak berlaku dalam permainan. Dalam permainan, kita boleh mencari jalan keluar yang baru. Kita tidak harus selalu mengikuti yang ada. “Akal-akalan”, istilahnya. Dan, tidak akan ada yang marah,” begitu penjelasan dalam bagian pembuka buku.

Duh, keterangan justru mengingatkan politik mutakhir Indonesia. Alih-alih bermain-main, para aktor politik terbawa tengang dalam permainan. Jentakanya, mereka jarang mau menggunakan logika seorang bocah. Mafhum, kita dibingungkan dengan penyertaan “curang” yang muncul justru sebelum permainan itu berlangsung.

Hari demi hari, kita dikecewakan dengan amburadulnya logika dalam ruang publik. Kita hidup dengan makin menyaratkan bertahannya cerita tunggal. Banyak orang mudah dibuat mengalami perpecahan. Barangkali satu masalah mendasar adalah makin hari, kita itu makin meninggalkan matematika.

Buku bacaan garapan Para tersebut kiranya penting untuk dibaca. Dengan menggunakan analogi peristiwa di keseharian memberi keabsahan: matematika itu mudah ditemukan. Yang menarik adalah keberadaan “pentol korek”. Mungkin ada makna agar kita tidak mudah bergesekan.[]

 

*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak