Dalam kecamuk abad XXI, selain toleransi maupun
tenggang rasa, yang hendaknya senantiasa perlu terus dirawat adalah: akal sehat,
kesehatan mental, hubungan dengan kekasih, hingga mungkin relasi terhadap
penyedia jasa layanan pinjaman daring. Namun, itu belumlah cukup. Konon,
kehidupan kita itu makin hari makin menunjukkan daya saing untuk berebut
kecepatan dalam menggapai apa saja.
Pada persoalan harta, orang berebut kemewahan dan
kekayaan kendati setiap hari kemiskinan selalu tertawa dengan riang gembira. Dalam
ilmu pengetahuan, orang berebut gelar untuk melegitimasi dirinya di strata
sosial masyarakat, meski ia terjerembab menjadi narsisme intelektual. Di urusan
politik, orang berebut kursi kekuasaan dengan mendaku membawa suara rakyat,
walaupun kita sering bertanya suara rakyat yang mana.
Di luar itu, naga-naganya, kita berpikir bahwa satu
hal yang mesti dilakukan orang-orang adalah merawat motor. Motor menjadi
sejarah panjang di jalan, saat orang-orang sudah tak sanggup berdiri tegak. Di
jalanan, orang bermotor itu mencari celah dan peluang dalam kesempitan untuk
mendapati kecepatan agar sesegera mungkin sampai tujuan. Jelaslah, melalui
jalanan, kebudayaan kita telah dibentuk menjadi sebuah arena kompetisi dalam
berbagai hal apa saja.
Dalam derap laju kehidupan itu, kita ingin mengingat
sebuah merek motor bernama Honda. Honda mengingatkan Keisuke Honda, gelandang
asal Jepang kelahiran 13 Juni 1986 yang pernah bermain di AC Milan. Honda itu
motor, yang senantiasa perlu dirawat. Merawat Honda mungkin tidak lebih
bermartabat dari apa yang dilakukan oleh Hans Pols, dengan upayanya
menghadirkan sejarah kedokteran pribumi melalui buku Merawat Bangsa: Sejarah Pergerakan Para Dokter Indonesia (2018).
Honda mengingatkan iklan. Kita sengaja membuka Majalah
Tempo edisi 2 Juni 1979. Tepat di bagian
dalam sampul belakang kita temukan pasangan kekasih dengan motor GL 100.
Bersama GL 125, GL 100 adalah produk motor dari Honda yang pernah melintasi
hasrat dan kemauan orang-orang Indonesia. Mereka bermotor dan tak sedikit
memilih Honda. Keputusan itu membutuhkan prasyarat. Iklan itu memberikan
komitmen.
Di iklan, kita mendapatkan keterangan: “Rancangan baru
kesempurnaan teknologi Honda, ditampilkan dalam bentuk yang gagah dan megah
serta dengan keistimewaan-keistimewaan yang nyaris tidak dimiliki kendaraan
lain dalam kelasnya.” Dalam tahun-tahun negara menjalankan Rencana Pembangunan
Lima Tahun, masyarakat Indonesia diajak untuk menjalankan motor dengan penuh
imajinasinya.
Jika negara berkewajiban untuk menjaga dan merawat
stabilitas kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, orang bermotor perlu merawat
stabilitas kendaraan yang dimilikinya. Dua hal itu memiliki makna yang sama.
Apabila tidak dilakukan, yang kita hadapi adalah kerusakan dan ketidakstabilan
dalam menjalankan hidup. Ini perkara serius tentunya. Tidak boleh main-main.
Pada fase tertentu, kita berhak memberikan
penghormatan terhadap buku-buku berhubungan dengan perawatan motor. Di Solo,
ada penerbit bernama CV. Aneka Solo. Pada 1997 menerbitkan buku berjudul Montir Mesin Sepeda Motor garapan Drs.
Boentarto. Walaupun kita mudah memberikan dugaan buku seperti itu tidak laris
di pasaran, ternyata bila kita menilik pada bagian kolofon sampai tahun 2004
memasuki cetakan keempat.
Boentarto pamrih berpikiran teknologi dan modernitas.
Di bagian pengantar, ia menulis: “Bukan saja karena setiap muncul teknologi
baru selalu diperlukan montir servis cepat yang modern, tetapi penemuan cara
menservis mesin sepeda motor dengan alat yang sederhanapun juga cukup banyak.
Kebanyakan orang menanggap penemuan cara menservis dengan alat sederhana
tersebut tidak penting padahal teknik tersebut dapat membantu pemilik sepeda motor
dalam keadaan darurat sebagai montir kilat yang trampil.”
Di buku, Boentarto menarasikan tahap dan bagian secara
detail dalam akumulasi teknis berhubungan dengan motor. Dengan penarasian
secara sederhana dan disertai langkah-langkah, ia telah sah memberikan tuntunan
dalam menjalankan kehidupan bermotor sebagaimana mestinya. Darinya, kita
belajar, orang bermotor itu perlu berbuku. Orang bermotor perlu melek bacaan.
Hal yang sama agaknya juga dilakukan oleh Honda.
Sebuah buku tipis dan kecil dengan judul panjang, Kesalahan-Kesalahan yang Sering Dilakukan oleh Pemilik dan Mekanik
Sepeda Motor Honda bersabar untuk dibaca. Buku ditemukan pada 29 Januari
2023 di pasar buku bekas Gladak dengan harga murah. Honda ingin pamrih pada kecerobohan
yang dilakukan oleh para penggunanya. Bukti itu terbaca lewat keterangan di
bagian pendahuluan:
“Dari hasil pengamatan di lapangan ternyata dijumpai
banyak sekali kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para pemilik/pemakai sepeda
motor Honda. Kesalahan-kesalahan ini umumnya terjadi karena pemilik tidak
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai sepeda motornya.” Di Indonesia,
tentunya Honda sah duduk sederajat dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi. Apa sebab? Sama-sama mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk kesadaran berpengetahuan.
Saya kemudian teringat sebuah hal. Saya ber-Honda sejak masuk kelas X di sekolah menengah atas pada tahun 2010. Selain tanggung jawab biaya pendidikan, orang tua saya menitipkan sebuah motor bekas Honda Supra Fit yang ketika itu terbeli dengan harga 5,7 juta rupiah. Motor itu hampir tiga belas tahun membersamai dalam perjalanan kehidupan. Saya sadar, saya selalu bodoh dalam urusan merawat kendaraan. Namun, saya tetap bersikukuh bahwa untuk terus merawatnya kendati sebatas mengganti oli dalam satu bulan sekali.[]
*Joko Priyono. Penulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan (2021), Sekadar Mengamati: Tentang Anak, Bacaan, dan Keilmuan (2022), dan Bersandar pada Sains (2022).