Sebuah istilah yang bagi saya mulanya hanya berkembang
dalam wacana ilmu dan pengetahuan kemudian bergerak pada bahasa di kalangan umum
adalah “energi”. Bila Anda mau meluangkan waktu untuk mengingat, dengan kata
itu Anda bisa menyusun banyak frasa. Mulai perkara makanan, minuman, hingga
praktik supranatural maupun perdukunan. Saya menemukan ingatan “energi” dalam
babak pengkajian ilmu fisika.
Energi memiliki kait kelindan dengan konsep usaha (W)
yang merupakan perkalian antara gaya (F) dengan perpindahan (s). Energi identik
dengan mekanisme kerja. Biar tidak penasaran, saya ingin mengajak Anda membuka Daftar Istilah Fisika (Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979) garapan H.
Johannes, Liek Wilardjo, dan C. Johannes. Lema “energi” dalam buku itu tidak
kita ketemukan penjelasan gamblang. Namun kita menemukan lema “energi” berupa
padanannya, “tenaga”.
Untuk
mengetahui lebih lanjut, di Kamus Fisika (Balai Pustaka, 2000) susunan Liek Wilardjo
dan Dad Murniah, kita menemukan lema “tenaga” dengan keterangan berupa: dalam
hal tenaga mekanis, tenaga adalah kemampuan untuk melakukan usaha; definisi ini
berlaku pula untuk tenaga elektrik, tetapi kurang tepat untuk tenaga termal,
tenaga kimia, dan sebagainya, apalagi untuk sistem (mekanika kuantum) yang
mempunyai tenaga titik-nol mutlak (energy).
Kita menduga istilah “energi” dalam ruang publik termaknai
pada konsep keberadaan tenaga. Jadi, istilah itu kemudian menjadi sah sekalipun
kita gunakan dalam bahasa kuliner, baik makanan dan minuman. Walaupun demikian,
dalam beberapa kondisi kepatuhan terhadap ide keilmuan, ada beberapa hal yang
perlu digaris bawahi. Baiklah, mari penjelasan di atas kita jadikan sebagai
kerangka analisis untuk membaca sebuah iklan di Majalah Tempo edisi 24 Mei 1986.
Di sana, kita temukan iklan dari produk Frezzy Malta.
Di bagian narasi iklan, terdapat kalimat berikut: “Frezzy Malta, dibuat dari
malt. Mengandung vitamin, protein dan karbohidrat, sumber energi anda untuk
menghadapi saat puasa berikutnya.” Jika dimaknai dengan mendalam, kalimat itu
begitu fantastis dan bermartabat. Selain pada penggunaan istilah “energi”, kita
juga mendapat sederet istilah lain yang bermuatan ilmu dan pengetahuan.
Pengiklan agaknya tahu dan paham betul membuat ajakan
dengan keterangan-keterangan ilmu dan pengetahuan, meski para pembaca tak akan
sedikit yang bingung untuk menafsirkannya. Secara denotasi, iklan tersebut
memberikan pengaruh perkembangan ilmu dan pengetahuan dalam keterhubungannya
dengan puasa. Puasa itu menyiratkan pembelajaran berharga behubungan dengan
ilmu gizi.
Dalam iklan tersebut sumber energi yang disajikan
dalam produk tersebut terdiri dari: vitamin, protein, dan karbohidrat. Wah,
cukup disayangkan kalau mendengar tiga istilah itu tanpa mau mengingat sosok
bernama Florentinus Gregorius Winarno atau dikenal F.G. Winarno. Selain pernah
menjadi pengajar di Institut Pertanian Bogor, sosok itu dikenal dengan sederet
garapan buku yang berhubungan dengan pangan, susu, gizi, dan kesehatan.
Beruntungnya, di hadapan kita terbuka salah satu buku
garapannya, Kimia Pangan dan Gizi (Gramedia, 1984). Tak terkecuali tiga istilah
tadi, kita mendapatkan penjelasan demi penjelasan istilah-istilah dalam gizi:
air, lemak dan minyak, mineral, warna bahan makanan, adiktif makanan, hingga
senyawa beracun dalam bahan pangan. Buku itu penting untuk dijadikan salah satu
biografi kita dalam menyoal urusan gizi.
Untuk sementara, kita ingin menaruh sebagian
pengantarnya saja dari buku itu. F.G. Winarno memberikan penjelasan: “Kimia
pangan banyak kaitannya dengan proses penanganan dan pengolahan pangan, industri
pangan, dan konsumsi pangan. Karena mutu dari bahan yang dikonsumsi sangat
penting diperhatikan, maka di dalam penyajian buku ini banyak dikaitkan dengan
gizi dan akibat-akibat yang dapat ditimbulkan.”
Penjelasan tersebut jika kemudian kita kaitkan pada
iklan, hendaklah penting dalam bergeraknya roda industri, tak terkecuali pangan
betapa banyak hal yang menopang di dalamnya. Industri pangan mengisahkan
jejaring yang muncul bukan pada aras produsen, distributor, dan konsumen.
Namun, melainkan dari itu juga berhubungan dengan lembaga riset, laboratorium,
perguruan tinggi, dan kalangan ahli.
Klaim iklan produk tersebut yang tertulis berupa: “Frezzy
Malta, minuman malt pertama Indonesia yang siap minum dan tidak mengandung alkohol.
Bintang minuman baru PT Multi Bintang Indonesia” tentu saja dapat dipertanggung
jawabkan. Kita memiliki dugaan bahwa produk tersebut telah lolos uji dalam
serangkaian proses, khususnya hal-ihwal berhubungan dengan ilmu pengetahuan.
Walaupun, dalam konstelasi pasar, sematan “pertama” itu membawa peluang pada
kehadiran produk-produk serupa. Itulah akan apa yang dinamakan dengan
komoditas.
Kita ingin sedikit memberi tafsir hubungan minuman itu
dalam makna puasa. Penjelasan melalui frasa “tidak mengandung alkohol” kiranya
menjadi bahasa penguat yang menghubungkan keimanan dan konsumerisme. Iklan menerapkan
situasi dan kondisi bulan Ramadan dengan memberi penegasan itu. Frasa “tidak
mengandung alkohol” itu sama halnya dengan frasa “100% halal” hingga “telah
mendapatkan sertifikasi dari MUI”. Selain sandaran uji ilmiah, yang menjadi
penting adalah legitimasi keimanan.
Arkian, sebuah botol, gelas, dan beduk itu membentuk
gairah mengonsumsi produk tersebut ketika waktu berbuka puasa tiba. Para
konsumen dengan penuh keyakinan pada Tuhan Yang Maha Kuasa mereguk minuman tersebut
sembari mengamini akan pemenuhan kebutuhan energi untuk menjalankan rutinitas
aktivitas dalam puasa. Untuk ibu, bapak, dan saudara/i sekalian, jangan lupa
ketika sore tiba segera persiapakan Freezy Malta! Puasa harus selalu berenergi.[]
*Joko Priyono. Penulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan (2021), Sekadar Mengamati: Tentang Anak, Bacaan, dan Keilmuan (2022), dan Bersandar pada Sains (2022).