Terampil Sains

 

Di sekolah, anak-anak sejak dulu dihadapkan dan diajarkan pelajaran berhubungan dengan sains kealaman. Anak-anak mempelajari teori dari perkembangan ilmu pengetahuan baru kemudian merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sains itu bahasa keseharian, meski terkadang kita telat memahami dan menyadarinya. Sains yang memiliki sejarah panjang itu terus bergerak dan berperan bagi kehidupan sehari-hari.

Di kalangan pelajar, sains harus didekatkan pada kebiasaan sehari-hari agar benar merasuk. Sains perlu dikaitkan dengan permainan sebagai aktivitas yang mesti dilakkan oleh para pelajar. Di Majalah Tempo edisi 9 September 1989, sebuah liputan garapan Mohamad Cholid dan Sigit Haryoto berjudul Bergerak dan Kreatif muncul di halaman tiga puluh tujuh. Liputan mengisahkan inovasi alat berupa mainan untuk memancing gairah pelajar terhadap sains.

Alat itu bernama Mainan Kreatif Anak Indonesia (MKAI) garapan Adhi Sudadi, ketika itu masih berusia 25 tahun dan berstatus mahasiswa Teknik Mesin di Institut Teknologi Bandung sejak 1984. Gagasan muncul berdasarkan ingatan dan pengalamannya semasa kecil. Keterangan tertulis: “Adhi mengolah gagasannya dengan mengingat-ingat segala mainan di masa kecil, yang ia peroleh dari ayahnya. Antara lain, ya, mecano dan lego itu.”

Pengakuannya atas ingatan masa kecil alat-alat seperti itu cenderung statis, tidak bergerak. Itu pula yang menyebabkan anak-anak mudah tidak tertarik ketika menggunakannya. Pengalaman tuntas dibayar olehnya sebagaimana penjelasan: “Dari semua potongan itu, seorang anak akan dapat melahirkan pelbagai bentuk permainan yang fantastik dan mungkin tak terbayangkan oleh orang dewasa”.

Pembaca diajak menyadari meski kesannya sederhana, namun sangat berguna. Dari permainan, sang pengagas alat memiliki harapan besar bagi anak-anak. Keterangan itu: “Membawa dan mempersiapkan anak-anak ke alam teknologi memang penting. Dan harapan Adhi dengan penemuannya itu adalah, “Untuk membuat anak-anak Indonesia tidak gagap menghadapi perkembangan teknologi”.”

Keterangan agaknya ingin menjelaskan anak-anak memiliki beban dalam memikul tanggung jawab sains dan teknologi. Itu juga mengisahkan kepedulian terhadap sains dan teknologi itu bagian menjadi warga dunia. Kita membayangkan kalau mengacu pada perkembangan ilmu pengetahuan di ranah sains tentu antara satu wilayah dengan lainnya sama. Beda halnya kalau berhubungan dengan kesenian dan kebudayaan.

Buku demi buku yang merujuk pada upaya mendekatkan anak kepada sains dihadirkan, tak terkecuali terjemahan. Meski upaya penerjemahan terlambat sekian tahun, namun tetap perlu dilakukan. Penerbit Nuansa pada 2005 menerbitkan buku garapan Phil Parratore, Terampil Sains untuk Kelas Belajar Siswa Aktif dengan penerjemah Mike Gembirasari. Buku dengan judul asli Hand-On Science for Active Learning Classroom telah terbit di 1998. Pihak penerbit begitu antusias melakukan penerjemahan itu.

Buku itu penting, alih-alih tetap perlu membuat ajakan berbagai pihak. Keterangan di pengantar: “Terampil Sains untuk Kelas Belajar Siswa Aktif adalah referensi wajib bagi para guru sains, menyajikan 90 percobaan yang sederhana dan mudah dilaksanakan, yang dapat diimplementasikan secara langsung dalam pelajaran sains harian. Kegiatan-kegiatan ini dapat juga Anda pergunakan untuk kegiatan yang amat menarik di rumah, sehingga siswa dapat menerapkan pengetahuan yang diperolehnya di sekolah dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.”

Phil Pharatore menuliskan pengantar cukup panjang untuk mengantarkan para pembaca pada setiap bagian dalam halaman buku. Ia menulis: “Sebagian besar dari kegiatan di dalam buku ini, efektif untuk siswa Sekolah Dasar (SD) dan dapat disesuaikan untuk siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Selama 27 tahun sebagai instruktur “Hands-On” Matematika dan Sains pada tingkat Sekolah Menengah Pertama, saya telah menunjukkan dan mendemonstrasikan sejumlah besar percobaan di hadapan ribuan siswa dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Dasar kelas 6.”

Guru, orang tua, dan siswa diajak petualang oleh penulis dalam rangkaian percobaan demi percobaan berhubungan dengan sains. Sains dialami tak hanya di sekolah, tetapi juga mendekam dalam sudut-sudut rumah. Kita menduga buku juga menjadi tugas tambahan bagi orang tua untuk terlibat belajar bersama anaknya. Mereka mengeja aktivitas di dalam rumah dengan tinjauan dari sains, meski perlu banyak tambahan uang saat mencukupi keperluan alat untuk melakukan percobaan.

Sains dialami oleh keluarga dengan alih-alih kepercayaan diri untuk mempersiapkan anak-anak pada masa depan. Tugas mempersiapkan itu tidak bisa hanya dilakukan secara singkat, namun perlu waktu yang berkesinambungan. Di dalam konteks Indonesia, mereka itu barangkali yang kemudian muncul dalam berbagai kompetisi berhubungan sains di tingkat internasional. Pembaca menemukan artikel berjudul Munculnya Jago-Jago Sains di Majalah Tempo edisi 2 Januari 2005.

Liputan mengabarkan beberapa siswa dalam kiprahnya di olimpiade internasional. Tulisan diawali dengan nada sinis: “Di tengah keterpurukan ekonomi, anak-anak Indonesia masih mampu berprestasi. Ini ditunjukkan dalam berbagai lomba fisika, matematika, dan astronomi internasional”. Nama demi nama tersebut beserta prestasinya disebutkan. Para pembaca dibuat bahagia dengan pencapaian prestasi mereka.

Beberapa foto ditampilkan. Mulai dari siswa berpose polos, sedang fokus dalam menulis, dan menenteng sebuah buku. Mereka pasti mudah ditafsirkan sebagai siswa yang rajin dan cerdas. Namun, kita tetap memberi tanggapan bahwa kehadiran mereka tidak dibentuk dengan sebatas bimbingan maupun les yang ketat, tetapi konsistensi dari upaya keluarga dan para pendidik di sekolah untuk menumbuhkan keterampilan mengenai sains.[]

 

*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan. 


Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak