Zaman Komputer


Pada abad ke-XXI, bukan hanya sebatas di sekolah, rumah sakit, pabrik, maupun kantor pemerintah, komputer termiliki banyak orang di tiap rumahnya. Kita terus diyakinkan bahwa keberadaan komputer semakin berkembang seiring perkembangan zaman dengan kemajuan, kecanggihan, hingga “kecerdasan” yang ditawarkan. Komputer terus mencerabut tatanan demi tatanan dalam hidup manusia.

Saat trend “Revolusi Industri Keempat” mengalir dengan cepat dan deras, orang-orang tak ketinggalan menyebut “komputer” sebagai subjek pokok. Penyebutan bermaknan rumit, sebab mereka juga dibayangi ketakutan demi ketakutan akan terobosan yang dihadirkan oleh benda dengan segala perangkatnya. Banyak orang takut akan urusan daftar pekerjaan yang akan tergantikan hingga komputer memiliki daya perasaan seperti halnya manusia.

Di zaman ini, istilah “komputer” dengan percakapan muncul tentu bukan lagi mewah dan megah ketimbang katakanlah yang terjadi pada era 1980-an. Bukti itu dapat kita simak jejaknya saat penerbit Tira Pustaka gandrung dalam melakukan upaya penerjemahan buku-buku berbasis sains dan teknologi ke dalam bahasa Indonesia. Penerbit tak sebatas pamrih, namun juga membuka peluang dalam industri meski alih-alih agar masyarakat Indonesia tidak jauh ketinggalan dalam perkembangan ilmu.

Di seri “Menyibak Rahasia”, salah satu buku diterjemahkan berjudul Komputer garapan Ian Graham. Buku terbit dalam bahasa asli dan terjemahan bahasa Indonesia pada tahun yang sama, 1985. Berukuran besar, meski hanya dengan ketebalan 37 halaman, buku sangat mewah dengan kemasan kertas “art paper” penuh dengan gambar dan warna. Tak perlu menduga-duga, pada zamannya buku itu pasti buku berharga mahal dan hanya kalangan tertentu yang bisa memiliki.


Sejumlah tujuh bab tersajikan, dimulai dengan pembukaan yang berjudul “Revolusi Komputer”. Istilah judul yang membawa pada ingatan dan tafsir terhadap kata “revolusi” yang dalam sejarah Indonesia penuh dengan urusan politik. Namun, agaknya Ian Graham ingin membawa istilah pada kepentingan akan ilmu pengetahuan. Ia membuka percakapan dengan pembaca dengan sejarah dan perkembangan komputer.

Penyampaian sejarah menjadi penting dalam pembabakan suatu hal, sebelum kemudian sejak awal ia ingin pembaca tak menaruh bayang-bayang ketakutan. Kalimat ditulis olehnya: “Komputer hanyalah mesin yang menjelaskan tugas karena menerima perintah untuk melaksanakannya. Tanpa perintah dan keterangan yang disediakan oleh operatornya, komputer akan sama bodohnya seperti logam dan plastik yang digunakan untuk membuatnya.”

Penjelasan membawa pada keperluan menjelajah pembahasan demi pembahasan komputer di Indonesia. Komputer tersampaikan di halaman demi halaman majalah. Pada edisi nomor 7 tahun 1978, Majalah Mekatronika justru menerbitkan edisi khusus: Edisi Komputer dengan tema “Menuju Masyarakat Komputer”. Laporan utama terletak pada halaman sebelas. Kita tergerak untuk menyimak kalimat demi kalimat di sana. Laporan terbuka dengan paragraf berupa:

“Suka atau tidak, namun jelas bahwa sekarang ini kita hidup dalam jaringan komputer. Selama 25 tahun terakir ini, jumlah jangkauan serta mutu komputer telah melonjak demikian cepatnya. Komputer telah melibatkan hampir seluruh aspek kehidupan kita. Secara sangat radikal komputer telah merubah medan, sistim dan metode pendidikan, bisnis, pengobatan, riset-riset ilmu pengetahuan, teknik bangunan dan berbagai bidang ilmu yang lain. Untuk mendapatkan predikat “modern” kita sama sekali tak mungkin mengabaikannya.”

Komputer termaknai sebagai penanda zaman modern. Kemudian hari urusan komputer berdekatan dengan pendidikan dengan nama-nama lembaga. Bukti itu kita temukan pada Majalah Mektronika edisi No. 5, Maret 1985. Edisi yang dikeluarkan berupa: Edisi Sekuriti Komputer. Salah satu rubrik, Memo memuat artikel berjudul Antara Gengsi dan Kebutuhan. Kalimat berkait dengan pendidikan tertulis:

“Penguasaan komputer segera menjadi barang wajib. Kebanyakan perusahaan meminta tambahan keahlian ini. Sebab komputer kini lebih murah dari mesin listrik. Pendidikan formal ilmu komputer tersedia di beberapa PT, misalnya ITB (perangkat keras dan lunak), UI, UGM, dan ITS. Juga diikuti PTS.” Tak sebatas itu, alih-alih pamrih agar pembaca gandrung terhadap urusan komputer, pihak majalah secara rutin menyediakan informasi berkaitan langkah memilih kursus komputer.

Penjelasan tersampaikan: “Bagi yang hendak belajar komputer, tentu saja masalah biaya seringkali menjadi ganjelan. Untuk membantu, Mekatronika memberi saran bagaimana memilih kursus komputer. Ini penting, sebelum memilih paket yang tidak sesuai, ataupun penyesalan karena mutu lembaga yang tidak dapat dipertangungjawabkan.” Kalimat juga mengajak pada babak komputer terhadap mekanisme pelatihan. Kita diingatkan nama demi nama lembaga hingga sekolah menggunakan embel-embel komputer dengan sederet jaminan.

Komputer terbahasakan mulanya di buku dan majalah, sebelum kemudian merambah pada perkara administrasi dan kebijakan dalam dunia pendidikan. Istilah “komputer” terus mengalami persalinan makna seiring perubahan waktu, meski kadang alurnya berulang. Komputer di abad XX pernah menjadi ketakutan komunal akan hadirnya di mata manusia. Pun juga di abad XXI, meski dengan gejala yang tak sama, lebih rumit. Di bawah kemajuan teknologi, hampir-hampir selalu membawa pada perkara panjang dan pelik.[]

 

*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan.


Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak