Kapan
kita pernah berpikir bahwa kehadiran ilmu pengetahuan itu lahir dari hal-hal
yang jarang tidak disadari, ketidakseriusan, bahkan cenderung pada hal
sembrono? Rupa-rupanya kalau kita menengok sederet temuan maupun teori tak
sedikit yang terkisah dari sana. Kisah demi kisah barangkali jarang terbahas
dan tersampaikan di kalangan pelajar sebenarnya memberi bukti bahwa sekalipun
itu ilmu-ilmu sains kealaman butuh suasana penuh canda dan tawa.
Catatan dalam buku maupun majalah patut dipertimbangkan, kendati jarang mendapatkan perhatian banyak kalangan, sekalipun institusi pendidikan. Konon, pendidikan sudah terlalu lama membuat anggapan banyak orang bahwa keberadaan sains kealaman penuh dengan kelinieran dan keseriusan. Mafhum, jutaan anak terbayangi ketakutan untuk menekuni keilmuan tersebut.
Fisika, termasuk di dalamnya. Pada pemahaman umum, tak ubahnya rumpun keilmuan sejenis, fisika bernasib kurang beruntung. Ia ditakuti karena permasalahan hitungan dengan kerumitannya. Selalu terbayang dalam pikiran dan telinga banyak orang, setiap mendengar istilah “Fisika” mereka terbayangi rumus dan membuat muak kemudian menghindarinya. Nestapa.
Namun, agaknya itu tak terjadi pada halaman demi halaman sebuah buku berjudul Fakta Penemuan Aneh: Fisika Bodoh karya John Townsend (Elex Media Komputindo, 2014). Buku merupakan terjemahan dari karya aslinya yang telah terbit tujuh tahun sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kita tidak perlu menduga penerjemahan dan penerbitan buku pada tahun itu untuk sedikit mengobati kesesakan akan badai wacana perpolitikan.
Buku
tipis dengan jumlah 55 halaman tersebut sejak sampul tergunakan memudahkan
orang akan menganggap absurd. Tapi langkah kedua mungkin penting dengan
pertimbangan bahwa perhatian sampul penting, bisa jadi berbeda dengan isinya. Townsend
justru membuka halaman buku dengan sebuah tulisan berjudul Ilmu Pengetahuan yang Berisiko. Tulisan memberikan penanda akan
sebuah bahaya.
“Ilmu
pengetahuan selalu penuh risiko. Untuk menjawab pertanyaan seperti “Bagaimana
dunia berputar?”, para ilmuwan sering kali berakhir dengan masalah besar.
Ketika mereka berkutat dengan bahaya dalam eksperimen yang menakutkan, beberapa
di antaranya terluka – atau lebih parah. Sebagian membuat kesalahan konyol dan
yang lainnya mengolok-olok mereka.”
Ia
kemudian berlanjut pada peletakan fisika dalam kehidupan melalui penelitian
demi penelitian. Baik itu panas, cahaya, listrik, dan gaya gravitasi. Ia
kemudian memulai babak penelusuran tokoh dengan penemuannya. Dia menaruh
kesejarahan dalam penarasian tulisan demi tulisannya. Kita terpantik dengan
tulisan Townsend: “Kalian akan terkejut mengetahui bagaimana anehnya sejarah
ilmu pengetahuan sebenarnya…”
Nama
demi nama penyumbang gagasan aneh dan kemudian berpengaruh dalam perkembangan
ilmu fisika tersebutkan. Mulai dari Archimedes dengan bak mandinya, Newton
dengan apelnya, Democritus dengan atomnya, Tycho Brahe dengan gagasan
astronominya, Galileo dengan masalah yang harus ditanggungnya, Thomas Alva
Edison dengan listriknya, hingga menyebutkan seorang ilmuwan dari China, Wan Hu
yang disebut sebagai peletak konsep mesin terbang pertama.
Buku
itu seakan mengajak untuk mengenang dan memberi penghormatan terhadap tokoh
dalam sejarah dengan gagasan yang diletakkannya, meski hanya tertulis dengan
singkat. Di sisi lain, Townsend agaknya ingin menegaskan bahwa memahami dan
mempelajari ilmu fisika itu asyik dan menyenangkan. Dari sana, kita justru
tergerak untuk membuka beberapa edisi Majalah Aku Tahu, majalah yang mengisi babak penyebaran gagasan ilmu dan
teknologi pada 1980-an.
Di
edisi No. 16, Mei, 1984 kita menemukan tulisan garapan M. McCloskey, Fisika Donal Bebek. Tulisan
mempersoalkan kesalaan konsep fisika tergunakan dalam video animasi di televisi
yang menjadi tontonan anak-anak. Salah satunya adalah dalam serial film Donal Bebek. Salah konsep terjadi pada
pemahaman gerak. Tentu penting dikoreksi dengan penjelasan yang sesuai, agar
anak-anak maupun orang tuanya terbawa pada narasi yang mengarah pada kekeliruan.
McCloskey
menulis: “Dan, rupanya, banyak orang mempunyai anggapan yang salah mengenai
gerakan-gerakan itu. Anggapan salah ini berakar pada intuisi yang salah, yang
bertolak belakang dengan prinsip dasar fisikanya Newton. Mirip dengan teori
abad pertengahan yang populer sekitar 3 abad sebelum Newton.” Tulisan menjadi
terlalu serius dalam mengoreksi salah konsep yang terjadi.
“Ya.
Seorang pengelola sirkus, biasanya, berusaha menampilkan adegan-adegan yang
dianggap unik oleh umum, seperti akrobat, sulap dan binatang-binatang aneh.
Maka, ilmu fisika pun dimanfaatkannya untuk menarik penonton.” Penjelasan
berlanjut dengan menyebutkan sederet nama permainan sulap dan bagaimana kerja
yang dilakukan atas teori fisika tergunakan. Para pembaca diajak menjadi
detektif dalam mengamati kasus penipuan, meski sebelumnya mereka tak sadar akan
ketertipuannya.
Pada
akhirnya, kita tak bisa menyimpulkan apa-apa dari ilmu fisika. Keberadaannya
sudah menjalar panjang dalam berbagai aspek kehidupan. Kita hanya bisa
berpamrih untuk mengikutinya meski dengan kondisi terengah-engah. Namun,
agaknya kita punya pekerjaan bersama bagaimana menjadikan fisika terkoneksi
dalam peristiwa di kehidupan sehari-hari. Agar suatu saat ketika orang baru
gandrung terhadap ilmu fisika, tidak mudah kaget dan kejang-kejang.[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan.