Ilmu Bumi dari Bojolali

 

Di Bojolali, sejarah itu tercatat. Kata “Bojolali” terkontekstualisasikan di abad ke-XXI tentu merujuk pada “Boyolali”, sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang sejauh ini punya kampus salah satunya bernama Universitas Boyolali. Di pusaran wilayah eks karesidenan Surakarta, beberapa kesempatan, Boyolali mencuat di tingkat nasional. Siapa yang tak ingat ketika dulu tahun 2019 muncul frasa “Tampang Boyolali” yang sedikit menghebohkan suasana perpolitikan.

Boyolali rupa-rupanya pernah mengisahkan perjalanan buku. Buku itu salah satunya berjudul Ilmu Bumi Pantja Benua yang terbit pertama kali pada 1 April 1958. Buku berwajah kusam dan tak menarik dilihat tertemukan dari penjual buku bekas. Pada masanya, buku itu tergunakan untuk murid sekolah, sebagaimana keterangan di muka sampul: “Untuk SEKOLAH RAKJAT KLAS VI”.

Penyusun buku itu bernama Harbuntalib. Di keterangan pengantar, setidaknya buku telah tercetak sebanyak dua kali dengan bukti pengantar pendek terbuat, meski sangat sedikit. Kata pengantar pertama tertulis pada 1 Djanuari 1958. Penjelasan tertulis: “Akan pelengkap Kitab-tjatatan Ilmu Bumi “Indonesia” untuk kl. VI S. R., maka Kitab-tjatatan Ilmu Bumi “Benua2” ini disadjikan, dengan maksud seperti kata-pengantar pada kitab-tjatatan tsb. diatas, jaitu: meringankan beban murid2 dalam mempeladjari Ilmu Bumi dikelas VI S.R.”

Sementara itu kata pengantar kedua tertulis pada 2 Pebuari 1959 dengan begitu pendek: “Perbaikan2 dan penambahan2 dalam tjetakan jang ke-dua ini telah diadakan untuk mempermudah tjara beladjar anak2”. Kata pengantar antara satu dengan lainnya terduga memiliki hubungan erat. Mempersembahkan buku pada murid memerlukan perbaikan demi berbaikan untuk menjawab pernyataan meringankan beban murid-murid.

Terbayang bagaimana ilmu Bumi merupakan sebuah hal berat dan membutuhkan perjuangan keras. Oh, wajar saja kalau gambar sampul tergunakan dengan seorang yang sedang memanggul Bumi. Jadi, memanggul itu kemudian menyiratkan juga beratnya jadi seorang dalam memanggul ilmu. Kesulitan dan tantangan meski dihadapi. Buku jadi salah satu upaya di dalamnya.

Setidaknya, itu juga tersampaikan oleh pihak pemerintah kabupaten yang berkesempatan memberikan sambutan. Ia adalah Sasrasumarta sebagai Kepala Inspeksi Pengadjaran Rendah Kab. Bojolali pada 1 April 1958. Ia tak sebatas memfokuskan diri dengan keberadaan buku untuk kelas VI itu, namun juga mengaitkan dengan proyek di kelas-kelas lain. Ia menyebut nama penerbit yang kemudian hari akan penting dalam perjalanan sejarah.

Pernyataan tertulis: “Lebih berbesar hati lagi, disamping itu, Sekali Merengkuh Dajung, Dua Tiga Pulau Terlampau, bahwa oleh Penerbitan Merapi, pada tahun ini djuga telah dapat di-selesaikan kitab: Permulaan Pengadjaran Ilmu Bumi kl. III, chusus untk Bojolali, jang diusahakan Pengarang lainnja. Kitab itu ditjetak (bukan dironeo), lagi diberi gambar-gambar peta denah dan beberapa photo pemandangan daerah Bojolali banjak sekali. Dengan selesainja buku ini, maka Penerbitan Merapi dapat menjiapkan bahan pengadjaran Ilmu-Bumi pada S.R. seluruhnja.”

Penjelasan kemudian menggerakkan tangan untuk membuka halaman demi halaman yang disajikan. Buku dengan ketebalan 44 halaman tersebut menjadi babak penting paramurid dalam mengenal dunia dengan nama demi nama benua beserta negara yang berada di masing-masing wilayah. Baik itu Asia, Afrika, Australia, Eropa, dan Amerika. Para murid diajak memahami batas wilayah, iklim, keadaan tanah, pegunungan, tumbuh-tumbuhan, teluk, laut, selat, hingga pembagian tiap benua.

Muatan utama yang hendak disampaikan tentu saja adalah mengerti dan memahami apa yang ada di keseluruhan di muka Bumi ini. Gambar peta tersajikan yang kemudian ada masanya memasang gambar peta adalah bagian penting yang harus dilakukan di beberapa tempat. Uraian demi uraian sebagai penjelasan tertulis singkat. Barangkali tujuannya untuk memudahkan murid, apalagi ketika metode pengajaran yang diterapkan didominasi hafalan.

Di Majalah Minggu Pagi edisi 25 Djuli 1954, keberadaan Bumi tersinggung dalam sebuah tulisan berjudul Bagaimana mengukur djarak antara bintang – bumi?. Tulisan mengesahkan selangkah lebih dalam membahasakan keberadaan Bumi. Di sana para pembaca diajak untuk menapaki ilmu astronomi. Dengan demikian Bumi yang terpahami bukan sebatas mengenal nama-nama benua saja, namun kaitannya dengan bagian tata surya lain.

Penjelasan bermuatan ilmiah tersampaikan: “Untuk menghitung djarak antara bumi – bintang oleh ahli2 astronomi telah dipakai berbagai tjara. Mereka achirnja dapat memperoleh suatu kesimpulan bahwa tjahaja jg sampai dibumi ini, rata2 186.280.077 mil tiap detik Mengenai matahari, jaitu bintang kita ini, dan lain2 bintang jg tjukup dekat, maka dipergunakan method traangulasi. Jaitu tjara mengukur sesuatu dengan mempergunakan segi tiga. Tjara ini dipakai djuga dalam hal jang sama oleh penjelidik2 atau pelaut2, nelajan2 untuk menentukan djarak sesuatu jang tidak dapat ditjapai dengan mempergunakan ukuran biasa.”

Penjelasan memberi pengesahan mempelajari Bumi adalah jalan panjang. Para murid-murid sejak Sekolah Rakjat secara perlahan dipekernalkan bagian demi bagian. Kelak, mereka akan tahu dan sadar bahwa Bumi yang dipelajari ketika sekolah meski dinarasikan sebagai ilmu yang berat, itu belum seberapa. Dalam tataran sistem tata surya, ada banyak bagian yang berhubungan dengan Bumi.[]

 

*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak