Lebih
dari dekat dalam keberadaan seorang diri manusia, ihwal anatomi perlu dipikir
dan dipelajari. Sejauh mata memandang pendidikan tentang anatomi kemudian
penting dan senantiasa jadi asupan ilmu pengetahuan peserta didik. Baik itu
mereka yang berada di jenjang sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan
tinggi. Untuk mengetahui pembabakan sejarah itu, kita menolehkan terhadap
keberadaan buku.
Buku
tertemukan berjudul Buku Petunjuk
Gambar-gambar Anatomi Tubuh Manusia. Di sampul buku, tersemat kalimat:
Untuk Murid-Murid Sekolah Dasar Klas VI Seluruh Indonesia. Kita tak bisa
memberikan ragu terhadap hadirnya buku. Pasti keberadaannya pada masanya
menjadi buku sakti penuh dengan petuah dalam mengarungi samudra ilmu
pengetahuan.
Apalagi
negara memberi jaminan lewat surat keputusan dari Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Meski negara sibuk, tapi
alhamdulillah lah, murid-murid seantero Indonesia masih terperhatikan dengan disediakannya
buku penunjang dalam menempuh proses pendidikan di masing-masing sekolah. Buku
itu terbit pada Maret, 1979 oleh PT. Mustin Enterprise.
Kita
sengaja menilik kata pengantar. Konon, buku-buku pelajaran kerapkali tertulis kata
pengantar kalau berasal dari pihak pemerintah format dan isinya sama. Beberapa
kawan saya terkadang berkomentar aneh dan nyleneh: bahwa kebisajadian situasi
monoton terbangun dalam kata pengantar tersebut sangat berpengaruh pada gairah
para pengguna buku itu di kemudian hari. Namun, buku itu tak berkata pengantar
dari pemerintah, melainkan dari pihak penerbit.
Keterangan
penting perlu dikutip: “Dewasa ini di sela-sela kesibukannya Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, telah mengambil kebijakan dalam waktu relatif
singkat, untuk sekolah-sekolah dasar pada khususnya dan sekolah-sekolah
lanjutan atas pada umumnya, meningkatkan mata pelajaran yang tradisional antara
lain pelajaran berhitung diganti dengan matematika modern.”
Paragraf
berisi untaian informasi besar akan sekema pendidikan di Indonesia. Kita
kemudian menaruh perhatian khusus istilah “mata pelajaran yang tradisional”.
Frasa itu tentu saja bukan tak bersebab, melainkan menjejaring pada banyak
persoalan di dalam negeri. Paling penting anak-anak harus terurus. Merekalah yang
kelak menjadi bibit pemimpin dan pembaharu di masa depan. Kita kemudian beralih
ke paragraf selanjutnya. Penjelasan terkait judul buku tersampaikan:
“Selangkah
maju lagi, dengan Alat Peraga Anatomi Tubuh Manusia, sebagai alat peraga
pelajaran untuk bidang studi I.P.A. (Ilmu Pengetahuan Alam), telah diciptakan
pula sedemikian rupa disusun secara skematis dan ilmiah demi untuk memperlancar
konsep dasar yang dapat dipertanggungjawabkan bagi anak disik S.D. khususnya
sampai dengan lanjutan atas maupun tingkat tinggi pada umumnya.”
Kta
penting perlu garis bawah bertambah lagi, yang bisa jadi itu masih akan releven
di situasi abad ke-XXI. “Skematis dan ilmiah” agaknya perlu dipikirkan panjang
dari sejarah kebahasaan kita, meski istilah itu sudah pasti membawa optimisme
bersama bahwa urusan sains dan teknologi meksi harus segera tergarap. Politik,
ekonomi, dan sosial walau terlalu membesar pada aman itu, agaknya ada sedikit
oksigen untuk ilmu alam bisa bernapas.
Mata
kemudian terbawa pada halaman demi halaman dalam buku dengan ketebalan lima puluh
dua halaman tersebut. Pembacaan terhadap buku sebagai pamrih barangkali kelak
dapat mengingatkan mereka yang pada masanya berstatus resmi menjadi seorang
murid kelas 6 SD. Selebihnya, kita hanya bisa mengkhayal maupun membayangkan
bagaimana yang terjadi ketika diri hidup pada situasi dan kondisi zaman
tersebut.
Lembar
demi lembar berisi kalimat yang bersambung antara satu dengan lainnya.
Penjelasan sesekali diselingi dengan gambar terkait dengan materi yang sedang
dibahas. Kalau dihitung, setidaknya ada tujuh bab tersampaikan kepada
murid-murid. Mulai dari alat pernapasan, mulut, saluran pencernaan, alat
peredaran darah, ginjal, penampang kulit, hingga susunan saraf. Tak terbayang
begitu kompleksnya materi yang harus dipahami oleh peserta didik.
Di
Majalah Intisari edisi 2 Juni Tahun
1972, terdapat sebuah liputan berhubungan dengan anatomi. Liputan itu berjudul Beladjar anatomi dirumah potong dan dilos
djual daging, tepat pada halaman 58 – 60. Meski liputan menyinggung pengalaman
seorang mahasiswa kedokteran hewan, namun kiranya tetap memberikan informasi
bagaimana situasi dan kondisi termunclkan berhubungan dengan anatomi.
Paragraf
muncul kemudian membuat kaget: “Pratikum anatomy adalah pratikum jang
membosankan, lebih2 pratikum osteologi. Sebelum pratikum mahasiswa ditest dulu,
kalau lulus test baru bisa pratikum kalau tidak, harus test dulu sampai lulus
baru bisa pratikum. Tak djarang ada jang test sadja sampai tudjuh kali baru
bisa lulus. Soalnja, kita harus betul2 mengetahui dan hapal betul nama2 tulang2
tsb dan bahagian2nja serta letaknja. Nama2nja itu harus mempergunakan bahasa
Latin”.
Penjelasan
malah kemudian membuat curiga. Alih-alih keberadaan ilmu alam seperti halnya
anatomi berjalan dengan mulus dan terus maju sebagaimana harapan yang
dititipkan pada murid-murid di sekolah dasar dengan dalih meningkatkan dari
yang tradisional ke modern. Justru, makin tinggi pendidikan yang ditempuh
seorang anak, semakin besar masalah dan tantangan yang dihadapinya.
Rupa-rupanya
kalau mebelalakkan pada buku tersebutkan di awal tadi, uraian terkemas di
dalamnya memang mengesankan pola pembelajaran anatomi tak lain menjadi ilmu
hafalan. Bukti itu bisa ditilik ketika selesai bab demi bab tersaji dan
tersampaikan, para peserta didik menghadapi sederet pertanyaan bernada
keberadaannya wajib menghaalkan apa yang ada di dalam buku. Duh, jangan-jangan
awal segala masalah itu tersebabkan tuntutan harus menghafal. Mereka tak jadi
menikmati proses belajar, malah menjadi manusia paling tersiksa.[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan.