Doa terlantun
dari para pendoa mengalir dan berjalan tanpa ada yang mengetahui. Kita tak
perlu menuntut masyarakat ilmiah untuk melakukan penelitian dengan metode ilmu
dan segala pranatanya. Doa tetaplah doa. Ketika terucap dan terlantun, perlu
dibiarkan saja. Barangkali itulah sedikit hal untuk memberi gambaran akan
hakikat hidup. Hidup bukan hanya tentang kepastian dan ketidakpastian, namun
juga berhubungan batas-batas yang perlu dipahami oleh manusia.
Adakah
hubungan doa dengan makan dan fisika? Terhadap makan pasti ada. Sejak masa
kanak-kanak, kita dilatih sebelum makan itu untuk berdoa. Lantas, apakah dengan
fisika sama pula? Atau malah doa mengerucut dengan penggunaan bahasa maupun
istilah yang tergunakan di dalam fisika? Untuk menjawab pertanyaan itu kita
menyimak sebuah buku berjudul Gado-Gado
Fisika: Semua tentang Fisika Ada di Sini.
Buku
garapan Sofyan Hidayat diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti pada tahun 2008. Sejak
meletakkan pandangan pada sampul buku, pembaca telah dibuat penasaran.
Terlebih, gambar dominan dalam sampul yang digunakan adalah gado-gado, makanan
yang sudah banyak orang mengetahui. Beralih ke bagian isi, kita tidak akan
diajak untuk membuat, makan, atau bahkan menjual gado-gado.
Buku
secara menyeluruh adalah berubungan dengan teori-teori dalam fisika. Hanya saja
diksemas dengan penggunaan istilah-istilah dalam makanan. Kita sengaja
menafsir: fisika berharap mendapat perhatikan seperti makanan. Tiap waktu makan
menjadi pikiran banyak orang. Fisika perlu disantap dengan penuh kelezatannya.
Di bagian pengantar, penulis menyampaikan tiga paragraf. Ia tidak menggunakan
“Kata Pengantar” seperti umunya, ia memilih frasa “Koki Bersaji”.
Satu
paragraf tertulis: “Buku yang berjudul Gado-Gado Fisika ini menyajikan beragam
rubrik mulai dari cerita tentang fisika sampai mengenal lebih dalam tentang
kekuasaan Sang Maha Pencipta. Selain itu, dengan gambar yang menarik serta
informasi yang sangat beragam akan menambah selera bacamu terhadap buku ini,
seperti seleramu pada makanan.”
Halaman
demi halaman terbaca. Kita tak akan menemukan pengertian “makan” sebagaimana
pada umumnya. Buku itu memuat sejumlah tujuh bab berkaitan dengan teori demi
teori dalam ilmu fisika dengan terbahasakan makanan. Masing-masing berupa: Soto
Pengukuran, Sop Buah Kinematika, Brownies Kukus Dinamika, Mie Ayam Optik,
Capcay Kalor, Nasi Liwet Listrik, hingga Bistik Elektromagnetik. Semua tersaji
menjadi hidangan yang penu kekhasan dan selera. Apalagi buku tercetak pada art paper dengan penuh gambar berwana.
Di
sana fisika terhidangkan kepada para pembaca. Kita kemudian teringat di tahun
yang sama Majalah Intisari kerap memberikan
hidangan kepada para pembaca dengan rubrik-rubrik berhubungan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Rubrik khusus fisika ketika itu dinamakan “Fenomena”. Pembaca
pasti populer dengan sosok Yohanes Surya, sebagai pengasuh rubrik tersebut.
Rubrik berisi pertanyaan yang datang dari pembaca kemudian diberikan
jawabannya.
Pada
edisi Januari, 2008, kita menemukan beberapa pertanyaan datang dan kemudian
dijawab. Salah satu pertanyaan datang dari Kristian, di Sintang: “Salam Prof.
Yohanes Surya. Saya pernah membaca di sebuah artikel bahwa setelah
menyelesaikan balapan, para pembalap mobil Formula 1 (F1) atau Moto GP
mengalami penurunan berat badan sampai 3 kg. Apa itu benar Prof.? Disebabkan
dehidrasi, gaya gravitasi Bumi, atau apa? Terima kasih atas perhatiannya.”
Yohanes
Surya dengan enteng memberikan jawaban: “Yang pasti penurunan berat badan
terjadi karena ada yang hilang dari tubuh. Keluarnya keringat dan kehilangan
energi akan mengurai berat badan. Gravitasi bumi tidak akan mengurangi berat
badan.” Kita menyaksikan sebuah peristiwa ilmu pengetahuan. Peristiwa hadir
dengan dialog dengan penggunaan bahasa yang mudah dipahami, yang kemudian
kiranya patut dan perlu dipertimbangkan untuk pengembangan ilmu-ilmu alam tak
terkecuali fisika.
Di
buku Sofyan, materi yang dibawa seperti halnya materi dalam buku-buku
pelajaran. Hanya saja ia membuat bumbu untuk bagaimana keberadaan fisika memikat
ketertarikan orang banyak. Apalagi buku diterbitkan oleh sebuah penerbit yang
memiliki jejaring luas di Indonesia. Barangkali si penulis memiliki tujuan
mulia: ilmu fisika terbumikan di tanah air Indonesia.
Hal
yang kemudian mmebuat kita terkejut adalah bagaimana keberadaan doa tersematkan
di tiap halaman pembuka masing-masing bab. Doa itu berupa petuah, nasihat, dan ajakan
untuk menyukuri nikmat dan kuasa Tuhan. Bahkan sesekali mengutip firman Tuhan. Agak-agaknya
ia juga ingin melakukan penarasiaan teori demi teori dengan mengaitkan pada
pemahaman agama. Paket lengkap yang ditawarkan: berfisika juga beriman. Itu
misalkan kita kutip dalam bagian pembuka materi pengukuran:
“Besaran-besaran
yang dapat diukur itu merupakan besaran Fisika atau biasa disebut dengan besaran
fisis. Allah telah menciptakan ketinggian, suhu, tekanan, kelajuan, berat,
waktu, dan banyak lagi besaran Fisika lainnya. Semuanya yang diciptakan Allah
itu memiliki ukuran tertentu yang dinyatakan dalam satuan ukur.” Seketika, kita
diajak religius dan menyadari betapa berdosanya sebagai manusia hanya berdoa
tapi tak sudi untuk berfisika. Oh.
Kemudian,
sesekali para pembaca juga bertemu dengan selipan yang bisa dikatakan inormasi
tambahan yang merujuk pada sains dan sejarah peradaban Islam. Kita menduga,
penulis pamrih akan bagaimana nasib kesejarahan ilmu pengetahuan dan teknologi
umat Islam yang terkadang tak terbahas lagi. Namun, bisa jadi juga hanya
dijadikan sebagai meomentum ingin menunjukkan bahwa Islam pernah jaya dengan
sains dan teknologi. Lagi-lagi kita hanya bisa menduga, lho!
Kita menemukan babak penulisan buku fisika termodelkan baru. Meski secara materi kepenulisan sama, namun ada unsur-unsur lain yang membuat tak sedikit pembaca terkejut dan penuh tanya. Dari halaman pertama mereka pun tak sedikit yang menduga diajak makanan gado-gado. Ternyata beda jenis makanan, mereka dipaksa untuk melahap hidangan teori fisika dengan soal-soal yang terhadirkan.[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan.