Fisika (Perlu) Dikartunkan

 

Diterbitkan dalam bahasa aslinya di tahun 1990 dan bertempat di New York, Amerika Serikat, buku garapan Larry Gonick dan Art Huffman terbaca di mata para pembaca  Indonesia. Artinya, orang-orang kita tak perlu lagi katakanalah bepergian ke New York atau sebatas membeli buku dalam bahasa awal diterbitkannya. Buku tersebut kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Kartun Fisika.

Buku diterjemahkan oleh Christina M Udiani dan diterbitkan pertama kali oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada tahun 2001. Kita tak perlu merincikan bagaimana tahapan demi tahapan yang dilakukan pihak penerbit dalam melakukan penerjemahan maupun alih bahasa Indonesia. Paling penting adalah perlu bersyukur diperkenalkan sebuah buku yang sebenarnya kita tertinggal jarak waktu sepuluh tahun.


Menariknya, dalam keberadaan buku terdapat satu nama sebagai pembaca ahli. Nama itu adalah Yohanes Surya, seorang ahli fisika yang moncer dengan kiprah terkemuka dalam melahirkan murid-murid yang mampu bersaing dalam perhelatan olimpiade fisika di tingkatan internasional. Nama itu juga pernah mentereng dengan tulisan-tulisannya dengan melibatkan gagasan dalam keilmuan fisika di berbagai media cetak nasional.

Kita ingin berpamrih kendati sedikit “anyel” dengan kata pengantar yang dibuatnya yang hanya sejumlah tiga paragraf. Agaknya dia merasa tak perlu berbelit-belit memberikan kata demi kata untuk mengantarkan pembaca pada halaman demi halaman. Barangkali juga dengan kepakarannya ia telah menilai buku tersebut layak secara keseluruhan dan berharap para pembaca untuk membuka lembar demi lembar buku.

Yohanes Surya membuat kata pengantar penuh harap bahwa keberadaan buku itu bisa memotivasi para ilmuwan untuk menulis maupun menerjemahkan buku kategori sains keealaman untuk percepatan wacana itu di Indonesia. Tentu saja kita tak perlu menduga-duga bahwa buku-buku terkait sains kealaman yang dikemas dengan pendekatan bahasa populer sudah banyak kalangan yang menggarapnya.

Itu mungkin bisa tergambar dalam satu paragraf pengantar Yohanes Surya: “Di tengah-tengah kelangkaan buku sains, saya menyambut gembira tebitnya buku Kartun Fisika, yang diterjemahkan dari The Cartoon Guide to Physics karya Larry Gonick dan Art Huffman.” Pengakuan agaknya memberi pengesahan bahwa di Indonesia, buku seperti itu sangat diperlukan.

Romo Mangun menulis: “Selama Ordo Baru yang diajarkan (diindoktrinasikan) kepada para pelajar hanyalah perintah-perintah agama.” Penjelasan bisa saja memberi penguatan pada perhatian keberadaan wacana ilmu pengetahuan dan teknologi. Kendati kita juga harus objektif memandang langkah-langkah dari berbagai kalangan dalam kontribusi wacana sains dan teknologi. Sederet nama penerbit kelak terkenang dengan upaya penerjemahan baik itu seri tokoh, ensiklopedia, hingga buku ajar.

Kita masuk pada hal yang dikemukakan oleh Larry Gonick dan Art Hufmann. Keduanya tentu saja punya maksud akan bagaimana menyajikan teori demi teori yang berkembang dalam ilmu fisika dikemas dengan adanya ilustrasi maupun kartun. Upaya itu seakan sajian membuat demi sajian termuncul sebagai bentuk dialog yang menimbulkan keterkaitan antara buku dengan para pembaca.

Materi tersajikan terdiri dari dua bagian, yakni masing-masing adalah mekanika serta listrik dan magnet. Gambar demi gambar sebagai ilustrasi tersajikan berbarengan dengan kalimat demi kalimat penjelas. Mata pembaca mungkin akan selalu terbelalak dalam membaca halaman demi halaman. Kita menduga mereka penuh ketertarikan. Kita berprasangka minat baca pada tahun itu tinggi.

Hanya saja, pembaca juga sedikit diajak pusing dengan tersajikannya persamaan maupun rumus yang berhubungan dengan topik-topik yang disodorkan. Meski para pembaca tak perlu repot-repot mengerjakan soal-soal sebagaimana terjadi dalam buku pengajaran di sekolah menengah maupun tinggi yang konon membuat anggapan keilmuan seperti fisika di banyak orang adalah hal yang menakutkan dan membuat kepala pusing. Gonick dan Hufmann juga menyodorkan soal, namun sebagai contoh karena telah diberi penyelesaiannya.

Selain itu, buku kita duga juga sebagai mengolah imajinasi dalam membayangkan hal-ihwal daalamilmu fisika. Baik itu konsep gerak, gaya, momentum dan impuls, energi, rotasi, konsep listrik, kemagnetan, persamaan Maxwell, bahkan hingga teori relativitas. Pembaca diajak memahami pengertian demi pengertian ingga kemudian diakselerasikan pada persitiwa maupun fenomena dalam kehidupan sehari-hari.

Ya, mungkin memang keberadaan sains kealaman seperti halnya fisika perlu dikartukan. Fisika agaknya butuh ditawarkan dalam berbagai variasi kemasan. Bahasa lainnya agar tidak monoton. Buku itu toh juga telah menegaskan: bisa, lho fisika dikemas dengan konsep sedikit tulisan dengan disertai ilustrasi maupun gambar. Buku mungkin juga berharap ada sosok lain yang mau menggarap, meski dalam perkembangannya buku itu tercetak ulang beberapa kali.

Tetapi, kita juga perlu menaruh pikiran bahwa memahami bahwa pengemasan teori demi teori dalam ilmu fisika dalam bentuk kartun belumlah cukup. Ibarat kata baru sebagai gerbang pengantar saja agar istilah dalam teori fisika bisa menjadi bahasa publik, bukan hanya di telinga pengkaji ilmu terkait. Tentu, ada pekerjaaan lain yang menanti dan perlu segera dilakukan. Nah, karena tak perlu melakukan perjalanan ke New York untuk menemui buku itu, maka waktu tersebut mungkin dialokasikan melakukan perkerjaan lain itu.[]


*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan.


Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak