Tak ada
cerita yang lebih istimewa ketimbang imajinasi yang terlintas di dalam otakku
malam ini. Meskipun aku telah berjumpa beberapa kali, baik hari ini maupun
hari-hari yang sebelumnya. Nampaknya, rindu itu masih akan tetap membelenggu dalam
hati ini. Untuk siapa rindu ini akan tertuju, berikut aku menjelaskannya
kepadamu.
Pada
awalnya aku ingin memulai cerita ini dengan perasaan gundah yang aku alami
secara langsung. Perasaan tak menentu yang telah mengisi berbagai sel yang ada
di otakku. Baik otak bagian kanan, tengah maupun kiri. Semuanya berpadu mesra,
dengan keadaan yang membolak-balik. Membingungkan dalam setiap momentum yang
aku lewati. Dari siang hingga malam. Dari pagi hingga sore. Bahkan, aku menjadi
semakin jarang menikmati indahnya senja yang datang dalam hitungan menit.
Kamu bisa
bilang kepadaku bahwa diriku adalah orang primitif. Orang yang masih
ketinggalan akan sebuah kemajuan. Orang yang masih merasa nyaman dengan kondisi
yang serba kekurangan. Namun, aku ingin menampik semua itu. Semuanya adalah
berkunci pada waktu. Biarlah waktu yang akan menjawab semuanya, aku yang
seperti apa, aku yang bagaimana hari ini dan aku mau apa untuk hari esok.
Karena waktu adalah salah satu komponen kehidupan yang begitu jujur. Dia adalah
satuan yang terus berjalan yang tak mengenal lelah. Dalam kondisi apapun akan
terus berjalan, bekerja dan melakukan pengabdian. Dan entah kapan ia akan
berhenti. Aku pun tak tahu akan hal tersebut.
Waktu, yang
hari ini tentu masih banyak orang akan terus mempersoalkannya. Memperkarakan
waktu dari setiap momentum yang dilakukan. Menyalahkan waktu di sela-sela
kegagalan dari rencana yang telah disusun sedemikian rupa. Menggunjing waktu di
rapat, pertemuan maupun dalam agenda petemanan. Hal tersebut akan terus berlanjut
di kala masing-masing orang tidak mau menyadari akan hakikat dari waktu dan
dirinya sendiri. Bukankah menghargai waktu adalah cara terbaik kita dalam hidup
ini. Bukankah menghargai waktu adalah bagian usaha kita untuk menghamba kepada
Yang Maha Memiliki waktu. Ah, aku tak
ingin menjadi motivator untuk hal ini. Karena, aku pun masih sering menjadi
bagian dari orang yang mempermasalahkan, menggunjing dan tak menghargai akan
waktu.
Dalam
sebuah waktu, aku mencoba mengajak dikau untuk kesempatan bertemu secara
langsung. Sayangnya, dari setiap jadwal yang telah aku agendakan terasa sia-sia
semua. Jadwalku tak menjadi bagian penting di kehidupan dalam mengisi waktu mu
yang engkau punyai. Usahaku dengan mengatur ulang jadwal pun tak bisa
menghasilkan keberhasilanku dalam bertemu secara langsung. Maka, aku mencoba
melakukan sebuah introspeksi diri. Aku mencoba melakukan evaluasi terhadap
pribadi ku. Aku mencoba tak akan menyalahkan waktu maupun dirimu mungkin belum
tahu akan perasaanku. Dalam sebuah kesempatan aku melakukan perenungan yang
sebagaimana biasa kontemplator melakukannya. Mencoba mencari maupun menemukan
jawaban untuk mendapatkan sebuah solusi terbaik.
Pada
akhirnya, aku menemukan jawaban yang aku anggap sebagai salah satu solusi. Pada
dasarnya, memang sulit ditemukan orang-rang akan memiliki kesibukan yang sama.
Dengan segala kesibukan dan aktivitas, sesekali kita bisa berjumpa pada sebuah
momentum yang sama. Namun kalau untuk semua aktivitas dan kegiatan sulit kita
temukan. Dan akhirnya, melalui sebuah buku aku berharap bahwa aku akan lebih
lama bertemu dengan mu. Bertemu dalam setiap halaman buku, bermesra dan
merangkai cerita-cerita baru untuk kehidupan yang lebih baik. Bukankah “tak ada pertemuan yang lebih romantis dibandingkan
dengan pertemuan kita pada halaman buku”. Padamu aku rindu. Dalam setiap
halaman buku aku mencoba menunggu kehadiranmu untuk kita bisa bertemu. (Joko)
Tags
Kontemplasi