Dalam banyak terminologi di
buku-buku yang menyigi sejarah, kita tahu matematika termasuk keilmuan awal
dalam peradaban manusia. Henry Margenau dan David Bergamini dalam bukunya Scientist (1964), yang dalam bahasa
Indonesia pernah diteremahkan J. Drost berjudul Ilmuwan (1980), menyebutkan fase awal perkembangan matematika yakni
pada 2.000 SM – 300 M.
Dengan
menyadari bahwa sampai abad XXI keberadaan matematika tetap dihadirkan—setidaknya
dalam kerangka pendidikan, nampak menarik untuk menelusur pengertiannya. Agaknya,
kita paham, bahwa bisa jadi, seiring perkembangan zaman, matematika terus
mengalami perubahan makna. Bahkan berpeluang memikul konotasi negatif.
Persoalan
itu, mungkin bisa kita tanyakan pada Harvey Moeis, Helena Lim, dan
kawan-kawannya yang terlibat dalam kasus korupsi timah. Bukankah demikian,
perkara itu menandaskan keberadan angka sebesar 271 T. Yang pasti, kita tidak
meragukan, bahwa nama-nama tadi pasti cakap dalam matematika.
Apakah
matematika juga bisa menjadi penjahat? Ini pertanyaan menarik. Kita tentu
paham, semua ilmu sebermula adalah netral. Perkara baik dan buruk adalah
keterkaitannya pada aspek penggunaan. Maka, filsafat memberi petunjuk dengan
penjelasan-penjelasan akan aspek keilmuan.
Mengerti
itu, kita tertarik membuka bunga rampai yang disusun oleh Jujun S. Suria
Sumantri berjudul Ilmu dalam Perspektif
(1978). Buku memuat gagasan dari sekian nama. Di sana memuat esai “Matematika”
garapan Morris Kline. Kline memberi definisi: “Di samping pengetahuan mengenai matematika
itu sendiri, matematika memberikan bahasa, proses dan teori, yang memberikan
ilmu suatu bentuk dan kekuasaan.” Pengertian itu, meski tidak baku, namun
memberi petunjuk untuk lebih mendalam.
Sedangkan
di sisi lain, dengan pelibatan aspek lain dalam agihan pendefinisian ilmu, buku
tersebut tentu memberi cara dalam menjalin keterhubungan antara satu aspek
dengan yang lain. Artinya, matematika tidak dapat berdiri sendiri. Lantas,
bagaimana matematika yang terjadi pada kasus timah 271 T? Pertanyaan ini biar
dijawab oleh Sandra Dewi. Ia berhak membuat definisi matematika di abad XXI.[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).