Tak
sedikit orang memiliki kesan sulit akan matematika. Tersebabkan mereka ingin
tahu dan belajar matematika tersandung dengan soal-soal yang perlu dikerjakan.
Namun, untuk menghadapi perkembangan zaman, matematika senantiasa perlu terus dikaji
dan dipelajari.
Sebuah
buku berjudul “Pembuka Akal” membuat terpukau mata. Frasa yang digunakan di
dalam judul agaknya ingin mengesahkan keberadaan matematika mewah, megah, dan
bermartabat. Di dalam perkembangan bahasa, kita tertarik mencari makna lema
“akal”.
W. J.
S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia (1952) memuat tiga arti. Masing-masing berupa: (1) pikiran;
ingatan; kekuatan otak akan mempertimbangkan atau memikirkan sesuatu, (2) daja
upaja; djalan (tjara, petundjuk, nasihat) untuk melakukan sesuatu, dan (3)
ketjerdikan; kelitjikan; muslihat; tipu daja.
Buku
mengacu pada penjelasan yang pertama. Buku yang diajukan untuk murid-murid di
Sekolah Rakyat itu lebih disebut “Kitab Hitungan”. Kita mafhum, terkadang
matematika dimaknai sempit pada urusan berhitung. Tak terkecuali dari itu, kita
membuka Kamus Pengetahuan Umum (1952)
garapan Adi Negoro.
Dua lema
yang ditulis berupa “Mathematicus” dan “Mathematiek”. “Mathematicus” mendapat
keterangan berupa: orang jang ahli dalam ilmu berhitung, ahli ilmu pasti.
Sementara “Mathematiek” dijelasakan sebagai: ilmu berhitung, ilmu pasti. Kita
beralih ke buku. Di pendahuluan terdapat keterangan:
“Kitab
ini dinamai “Pembuka Akal” karena maksudnja untuk membuka akal anak-anak.
Moga-moga terbuka sadjalah akal murid-murid dan tersisiplah dihatinja segala
jang dipeladjarindja, sehingga dapat mendjadi suluh baginja dalam
penghidupannja kemudian hari.”
Di
buku, murid-murid tidak banyak mendapatkan keterangan-keterangan materi secara detail.
Materi itu meliputi konversi ukuran, bangun dua dimensi, bangun tiga dimensi,
aritmetika, persentase, sudut, hingga persamaan linear dua variabel.
Buku
terduga sebatas untuk upaya penyajian soal-soal dengan tingkatannya. Walhasil,
bila buku itu tidak ada pendamping materi untuk dijadikan bahan pembelajaran,
tentu dugaan muncul: murid-murid begitu sulit mengerjakan soal.[]
*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).