Tak Cukup Air Putih


Sudah lumrah, seperti bulan-bulan lainnya, puasa menyiratkan seseorang perlu memberi perhatian terhadap tegukan air putih. Puasa itu mengajak orang berpikiran kehidupan sehat. Puasa dan air putih adalah dua objek sangat berkait kelindan dalam membentuk sebuah kebiasaan, kebudayaan umat Islam tentunya. Seseorang sangat perlu detail dalam memperhatikan waktu, ritme, dan ruang.

Kita berpikiran air putih berarti membangun relasi terhadap tubuh. Di dalam dunia kesehatan, anjuran minum air putih itu setidaknya dua liter dalam satu hari. Air putih berhubungan dengan kemampuan tubuh dalam menjaga dehidrasi, penyaringan darah, dan kebutuhan asupan pada sel-sel tubuh. Barang siapa ingkar, tubuh menghadapi risiko.

Kita ingat, puasa tak sebatas momentum dalam kuasi pikiran keimanan. Puasa juga menghamparkan persoalan politik, pengetahuan, kebudayaan, dan bisnis. Keteringatan itu membawa pada tilikan iklan-iklan produk. Puasa itu bahasa dengan kekuatannya dari pengiklan dalam melakukan promosi produk-produk. Iklan berpadu religiositas. Iklan saat puasa itu berbeda dari bulan lainnya.

Sengaja membuka sebuah iklan di Majalah Intisari edisi Oktober 2005. Di sana kita temukan sebuah iklan Pocari Sweat dengan judul “Bersihkan hati, sejukkan diri, selamat puasa”. Sejak judul, pihak pengiklan telah menampakkan teks penuh religiositas maupun keimanan. Iklan itu berisi tulisan yang cukup panjang dan disertai gambar hati yang sedang dibersihkan oleh sesosok orang dalam bentuk kartun. Gambar menempatkan makna informasi tulisan.

Para pembaca diajak menyimak tulisan demi tulisan dalam iklan yang seluas satu halaman majalah tersebut. Salah satu keterangan terbaca: “Saat puasa, tubuh sering terasa lemas, akibat menahan lapar dan haus. Ditambah lagi – menurut penelitian* – kita kehilangan cairan tubuh setiap waktu, baik saat beraktivitas maupun tidur pulas! Padahal cairan tubuh yang jumlahnya 60% berat badan, tidak sama dengan air minum kita sehari-hari.”

Iklan menyertakan penelitian dengan diberikan tanda (*), yang mana di bagian bawah disebutkan berasal dari dr. Morimoto dari Universitas Kyoto. Didasarkan penelitiannya pada 1983. Iklan menampilkan bahasa mendasar dari pemaknaan puasa dan sedikit masuk dalam penjelasan ilmiah. Puasa membutuhkan penjelasan ilmiah dari penelitian-penelitian terbaru. Puasa erat dengan pengetahuan. Iklan butuh menampilkan aspek tersebut.

Kalimat demi kalimat dalam iklan semakin mengalir seperti laju aliran sungai yang deras tanpa hambatan satu pun. Iklan itu rayuan maupun bujukan untuk menemukan konsumen. Pembaca mendapatkan keterangan itu, walaupun tetap dibalut penjelasan ilmiah. Ini memberi bukti bahwa penjelasan ilmiah itu menjadi salah satu daya pikat dalam menghubungkan produsen dengan konsumen.

Keterangan itu berupa: “Pocari Sweat tidak mengandung: soda, pemanis dan pewarna buatan, apalagi pengawet. Bahkan tiap kaleng Pocari Sweat mengandung vitamin C serta 87 kalori, sehingga cocok sebagai minuman sehat untuk bulan puasa.” Keterangan ilmu kimia terlihat mewah, kendati mungkin tak sedikit pembaca tak begitu mempedulikannya. Iklan mengajak obrolan mengenai kata sehat.

Kalimat demi kalimat sah sebagai sebuah bahasa yang memiliki makna denotasi maupun konotasi. Kita sebagai pembaca barangkali tak sedikit urung dalam memaknai maupun menafsirkan tanda. Toh, kalimat-kalimat itu bisa jadi hanya teranggap sebagai hal yang berbelit-belit. Intinya: puasa itu tak sebatas minum air putih. Puasa itu harus lebih memperhatikan kesehatan. Beli dan minumlah Pocari Sweat![]


*Joko Priyono. Penulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan (2021), Sekadar Mengamati: Tentang Anak, Bacaandan Keilmuan (2022), dan Bersandar pada Sains (2022).

 

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak