Demokrasi dan Otomotif

Bila banyak dari teman-teman Anda yang menjadi analis politik sebagaimana tahu bulat yang digoreng di atas mobil Pick Up—dadakan, maka Anda perlu terus banyak bersyukur pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Itu pertanda demokrasi di negeri ini masih berjalan. Meski tak sebagaimana mestinya, sebab dalam benak banyak dari Anda pun tentu merasa “anyel”, ingin “misuh”, akan tetapi serba “pekewuh”.

Para calon itu, presiden beserta wakilnya tentunya—menjelang akhir Oktober 2023, akhirnya telah mendaftarkan secara resmi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagai pengamat otomotif yang kebetulan juga “dadakan”, saya malah tertarik bagaimana jenama kendaraan terlibat dalam proses pemilihan umum itu.

Bukankah demikian, para calon itu naik kendaraan dengan jenisnya. Anis Baswedan – Muhaimin Iskandar mendaftar pada 19 Oktober dengan mobil Land Rover. Ganjar Pranowo – Mahfud MD mendaftar pada 19 Oktober dengan mobil Cadillac Fletwood 75 Limousine. Sementara itu, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka mendaftar pada 25 Oktober dengan mobil Maung buatan PT. Pindad.

Politik perlu bermobil, juga bermotor. Politik butuh konvoi, arak-arakan, dan melahirkan kemacetan. Kita ingat dengan Goenawan Mohamad (GM). GM sampai akhir-akhir ini masih rutin membuat cuitan di Twitter (yang kini menjadi X). Kumpulan cuitannya di Twitter pernah dikumpulkan menjadi sebuah buku berjudul Percikan Kumpulan Twitter @gm_gm (Gramedia, 2011).


Di pengantar, ia memberikan kalimat pengakuan: “Saya mulai ikut dalam media sosial Twitter tanggal 6 Desember 2009. Niat saya semula adalah mendaftarkan alternatif buat penyampaian opini yang dikuasai hampir sepenuhnya oleh media besar. Media besar ini terutama TV, tak memedulikan pendapat lain dalam mendesakkan citra buruk bagi musuh-musuh politik mereka. Atau acuh tak acuh ketika kebohongan disebarkan.”

GM pamrih membuat cuitan dalam banyak isu. Di halaman tiga puluh enam, yang berumber cuitan di 24 Maret 2010, pukul 07:44, kita membaca: “Di jalanan macet, kita menuntut perubahan. Demokrasi melatih kita sabar, tapi yang menggerakkannya adalah ketaksabaran.” Pemilu bagian dari sistem demokrasi konon kerap melahirkan kemacetan. Tak hanya di jalanan, tapi juga di pikiran.

Macet itu kendaraan. Kendaraan dalam politik bukan sebatas motor dan mobil, namun juga terkait partai. Kendaraan—mobil dan motor pernah diupayakan tergambarkan netral oleh KPU. Kita membaca Harian Kompas edisi 20 September 2023. Di halaman dua, terbaca liputan garapan Iqbal Arsyad berjudul “Pemilu dari Sabang sampai Merauke”. Liputan bermaksud mengisahkan kirab yang dilakukan oleh KPU.



Kirab, lema yang sakral digunakan untuk memberi maksud memperkenalkan partai politik kepada masyarakat. Liputan berisi gambar deretan mobil dan juga motor. Di liputan, terdapat penjelasan: “Kirab pemilu akan mengarak mobil yang berisi 18 bendera parpol nasional berkeliling ke sejumlah tempat, seperti perumahan warga, pasar, sekolah, dan lembaga permasyarakatan. Mobil-mobil tersebut dilengkapi tulisan ajakan untuk mencoblos di tempat pemungutan suara pada 24 Februari 2024.”

Sebagai komoditas, tentu otomotif tidak bisa netral. Keberadaannya mudah tergunakan dalam misi dan kepentingan. Otomotif telah melekat dalam misi kepartaian dalam pemilu. Kampanye dan pengerahan massa tak terlepas dari otomotif. Mobil dan motor mudah mendapati cap dan merek baru saat stiker dan bendera partai melekat dalam ketegakannya. Di lagu-lagu, otomotif mudah menjadi pertarungan diskursus dalam banyak aspek.

Sodiq bukan sembarang Sodiq. Ia adalah Sodiq Monata. Pada 16 November 2018, ia merilis lagu “Numpak Rx King”. Lirik demi lirik perlu kita ingat: Numpak, numpak, numpak RX King/ Reng teng teng teng teng, reng teng, teng, teng, teng/ Numpak, numpak, numpak RX King/ Reng teng teng teng teng, reng teng, teng, teng, teng/ Numpak, numpak//.

Kita mendengarkan lagu dan mudah terngiang. Pada 2019, kita menyaksikan kembali pemilihan umum. Ada salah satu iklan yang digunakan untuk kampanye oleh PDI Perjuangan. Ada lagu dalam iklan tersebut dengan lirik: Teng Teng Teng Teng/ Nyoblos Gambar Banteng/ Tua, muda, desa, dan kota/ Teng Teng Teng Teng/ Nyoblos Gambar Banteng/ Guru, tani, santri, dan kiai/ Teng Teng Teng Teng/ Nyoblos Gambar Banteng/ Youtuber, artis, dan orang baik/ Teng Teng Teng Teng/ Nyoblos Gambar Banteng//.

Dengan nada hampir sama, kita melihat makna “Teng” dari dua lagu itu ganda. Yang satu untuk menggambarkan suara “RX King”, yang satunya bermakna “Banteng”. Kata itu yang akhirnya membuktikan, bahwa motor dan partai politik memiliki kesamaan makna akan kendaraan. Kata-kata tertulis, terucap, terlagukan, dan tersiarkan—kemudian membentuk makna yang begitu beragam di hadapan publik.

Kita malah ingin mengingat kendaraan memberi pengisahan dalam sejarah pemilu berlalu. Terbaca sebuah buku berjudul Seri Berita & Pendapat Pemilihan Umum 1971 yang disusun oleh Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia. Buku diterbitkan pada 1972 oleh Lembaga Pendidikan dan Konsultasi Pers Jakarta. Nama demi nama penyusun tersebut. A. Samsudin, Tarman Azzam, Masmimar, Ignatius Sukardjasman, dan R. Hidayat.


Keterangan dari Partai Nahdalatul Ulama (NU) tertulis: “Untuk menarik massa sebanjak-banjak2-nja, NU terdjun ke-daerah2 di seluruh Indonesia dengan mengadakan rapat abar, pawai2, konferensi2, dll. Di Makassar (Ujungpandang) umpamanja, telah diadakan pawai keliling kota dengan menggunanakan sepeda motor dan mobil jang djumlahnja meliputi 1000 buah, sambil membawa poster2 dan tanda2 gambar NU. Djuga dipedalaman daerah2 tsb berlangsung hal jang sama. Demikian Duta Masjarakat 1 Mei 1971.”

Di bagian lain, kita menemukan penjelasan mengenai Partai Muslimin Indonesia (Parmusi): “Harian Merdeka tanggal 3 Mei 1971 memberitakan bahwa dalam kampanje pemilihan umum disepandjang djalan Djatinegara sampai Tandjung Priok terlihat mobil2 unit Parmusi mondar-mandir menjebarkan surat selebaran ketjil jang isinja menjerukan agar pemilih menggunakan hak pilihnja sebaik2nja dalam pemilihan umum nanti.”

Keterangan demi keterangan mengesahkan, pemilu dan kendaraan senantiasa berpasangan dalam menggapai misi dan kepentingan. Tahun 2024 sebentar lagi. Hari demi hari dan minggu demi minggu menjadi penyusun menuju perhelatan tersebut. Kita menantikan riuh keramaian dari para kader partai, simpatisan, dan tim sukses memberikan pesan akan demokrasi malalui motor dan mobil.[]

 

*Joko Priyono. Fisikawan Partikelir. Penulis Buku Bersandar pada Sains (2022).

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak